Mojokerto-(satujurnal.com)
DPRD Kota Mojokerto tak berhasil meredam seteru dua kelompok eks pedagang kreatif lapangan (PKL) Alon-alon Kota Mojokerto yang kini menempati lapak permanen di area relokasi kawasan jalan Benteng Pancasila (Benpas).
DPRD Kota Mojokerto tak berhasil meredam seteru dua kelompok eks pedagang kreatif lapangan (PKL) Alon-alon Kota Mojokerto yang kini menempati lapak permanen di area relokasi kawasan jalan Benteng Pancasila (Benpas).
Ini karena dua kelompok PKL yang sebelumnya tergabung dalam Hipam (himpunan pedagang Alon-alon Kota Mojokerto) terus saling sitegang mempertahankan kemauan masing-masing.
Kelompok non pengurus Hipam yang membentuk ‘himpunan kelompok tengah
pedagang Alon-alon' menuding pengurus
melakukan manipulasi dengan memperjualbelikan kartu tanda anggota (KTA)
Hipam. Jualbeli KTA menyebabkan jumlah PKL yang masuk gerbong relokasi
membengkak. Dari data awal yang disodorkan ke Pemkot 188 PKL membengkak menjadi
280 PKL. Ujungnya 220 kapling bedak yang disediakan Pemkot tak muat
menampung semua anggota Hipam.
“Oleh Hipam, pedagang dipetak-petak. Pedagang makanan mendapat
tempat ukuran 2 x 3 meter. Pedagang asesoris dan buku dijatah petak ukuran 1,33
x 3 meter. Ada juga pedagang dadakan, meski tidak ikut undian lapak, tiba-tiba
punya tempat jualan di bagian depan. Ini semua karena ulah pengurus Hipam yang
mementingkan kelompoknya meskipun mengorbankan pedagang lain,” lontar Solikan,
ketua kelompok non pengurus Hipam, saat hearing di gedung DPRD Kota Mojokerto, Jum'at (18/01/2013).
Kelompok ini pun mendesak Pemkot meninjau kembali pembagian
bedak sekaligus mengambil sikap tegas terhadap pengurus Hipam.
Mantan Kasatpol PP, Samsul Hadi membenarkan soal membengkaknya
anggota Hipam. “Tahun 2009 lalu jumlah PKL Hipam sebanyak 188 PKL, tapi saat
relokasi, membengkak lebih dari 200 PKL. Dan lagi, ada keluhan soal biaya KTA
bagi PKL,” ungkap Samsul Hadi.
Kalau saat ini terjadi tumpang tindih PKL di area relokasi, ujar
Samsul Hadi, karena penambahan anggota PKL. “Seharusnya PKL yang direlokasi
sesuai dengan data tahun 2009, karena data itu digunakan saat Pemkot
mematangkan rencana relokasi PKL Alon-alon dan PKL Joko Sambang,” tukas
Inspektor Inspektorat Kota Mojokerto tersebut.
Sementara kelompok pengurus Hipam menyatakan pembagian kapling
lapak sudah proporsional. Biaya KTA dan iuran yang ditarik dimanfaatkan untuk
membesarkan koperasi. “Kami tidak jual beli KTA, tapi beaya KTA dibelakukan untuk
menambah kas koperasi Hipam,” elak Fredi, Ketua Hipam.
PKL Alon-alon Saat hearing Jum'at (18/01/2013) |
Hingga akhir hearing dengan dua kelompok PKL yang juga menghadirkan
kasatpol PP dua mantan kasatpol PP itu, tak ditemukan formula apapun. Karena
Dewan baru sebatas menampung semua persoalan yang diangkat dua kelompok PKL.
Hanya disepakati pembentukan tim dari berbagai unsur untuk menata
kembali pembagian lapak secara proporsional.
“Persoalan ini tidak tuntas dengan menyalahkan satu sama lain.
Untuk itu kita sepakati membentuk tim khusus pasca relokasi. Tim yang terdiri
dari berbagai unsur ini akan mengumpulkan data, fakta sekaligus mencari solusi
yang pas hingga tidak ada lagi yang dirugikan,” ujar Ketua DPRD Kota Mojokerto,
Mulyadi, menutup hearing. (one)
Social