Mojokerto-(satujurnal.com)
Kondisi PDAM Maja Tirta Kota
Mojokerto kian terpuruk. Selain terus-menerus diderah kerugian, persoalan tagihan
listrik rata-rata Rp 55 juta kini menjadi beban karyawan.
“Tagihan listrik untuk instalasi penjernihan
air di jalan Mayjen Sungkono rata-rata Rp 55 juta. Untuk menutupi tagihan ini,
terpaksa beberapa karyawan nalangi secara patungan,” ungkap Kabag Tata Usaha
PDAM Maja Tirta, Yasin, Selasa (25/06/2013).
Menurut Yasin, tenaga listrik merupakan
satu-satunya penggerak Instalasi penjernihan air yang dibangun tahun 1993 dan
1996 itu. Model patungan karyawan salah satu perusahaan daerah untuk menutup
tagihan listrik terpaksa dilakukan, kendati pun gaji mereka sendiri tergolong
minim.
“Sebenarnya patungan nalangi rekening listrik ini sudah berlangsung lama.
.Kalau tidak diatasi dengan cara urunan teman-teman (karyawan), bisa-bisa
terjadi pemadaman listrik. Tentunya penggerak distribusi air macet total,”
tukasnya.
Sebenarnya, lanjut Yasin,
patungan menutupi tagihan listrik itu bagi karyawan merupakan beban berat.
Karena, sejatinya kesejahteraan mereka pun masih jauh dari layak. “Tapi tidak ada solusi lain,” katanya.
Defisit keuangan di tubuh PDAM
Maja Tirta saat ini kian besar. Keterpurukan keuangan terjadi lantaran
tingginya biaya operasional dan belanja karyawan dibanding pendapatan dari
pelanggan. “Posisi keuangan PDAM yang tidak sehat, bahkan makin curam setelah
Pemkot menyetop bantuan. Setidaknya kurun dua tahun terakhir ini,” ungkap
Yasin.
Selain soal pembayaran tagihan
listrik, hal lain yang dikhawatirkan yakni kenaikan harga tawas yang
difungsikan untuk penjernihan air. “Sekarang kami belum mendapat informasi soal
kenaikan harga tawas. Tapi kalau harganya mengikuti kenaikan BBM, tentunya
menjadi ‘beban baru’ bagi PDAM,” katanya.
Keterpurukan perusahaan plat
merah milik Pemkot Mojokerto ini sebelumnya menjadi sorotan tajam kalangan
Dewan setempat. Achmad Rusyad Manfaluti, anggota Dewan asal PKB menyebut PDAM Maja Tirta yang dikelompokkan satu dari
tujuh PDAM yang terkategori ‘sakit oleh Dinas Cipta Karya dan PU Jatim tidak
cukup hanya dibenahi, namun harus dilakukan perombakan total, baik dari sisi
manajemen, produksi maupun pelayanan pelanggan.
“Kalau pola manajemen yang
diterapkan saat ini tetap dipertahankan, maka asas pelayanan masyarakat menjadi
tidak terpenuhi secara terus-menerus,” tandas dia.
Dipaparkan Falut, sapaan Achmad
Rusyad Manfaluti, PDAM Maja Tirta yang didirikan tahun 1992 silam sekalipun tak
pernah meraup keuntungan. Bahkan, kurun satu tahun terakhir, kerugian yang
ditanggung perusahaan penyedia air bersih dengan 4.400 pelanggan tersebut
mencapai Rp 112 juta per bulan. “Kondisi yang demikian terjadi karena
ketidakseimbangan antara biaya produksi dan biaya operasional dibanding
pendapatan dari pelanggan,” katanya.
Yang dipertanyakan Dewan, lanjut
dia, keterpurukan PDAM tidak menjadi pemicu bagi manajemen PDAM Maja Tirta, untuk
berbenah dan melakukan terobosan untuk menekan angka kerugian. “Manajemen hanya
berkutat soal piutang pelanggan saja,” kritik dia.(one)
Social