Mojokerto-(satujurnal.com)
Ajang promosi para calon anggota legislatif (caleg) yang menjelang Pemilu 2014 yang diatur dalam PKPU No 15/2013 mulai dikeluhkan sejumlah lurah di wilayah Kota Mojokerto.
Pasalnya, regulasi penyelenggara pemilihan umum itu memberi ‘kesibukan baru’ bagi lurah untuk menentukan area merah dan hijau bagi pemasangan baliho caleg yang memperkenalkan diri ke warga calon pemilih.
Sementara, pembatasan ketat yang muncul membuat para lurah dilematis. Mereka mengaku tidak mau mencari masalah dengan koleganya yang notabene orang-orang politik yang saat ini tengah duduk di lembaga legislatif setempat yang acapkali memasang baliho secara melawan aturan.
“Seharusnya yang lebih diberdayakan itu Panwaslu. Mereka harusnya yang aktif melakukan pembersihan alat-alat peraga yang dipasang melanggar ketentuan. Tapi mereka merasa itu bukan tugasnya. Mereka menunjuk aparat Pemkot sebagai pihak yang harus bertanggung jawab. Mereka berdalih hanya bertugas mengawasi dan menunjukkan adanya pelanggaran pemasangan.
“Terus terang beban kami selaku lurah jadi berat. Bukan saja berpotensi gesekan antar warga, aturan itu pun rumit diterapkan. Karena sifatnya jadi kondisional,” kata salah satu lurah di wilayah Kecamatan Magersari yang enggan namanya dikorankan.
PKPU 15/2013 memang mengatur zona pemasangan alat peraga kampanye anggota DPR, DPD dan DPRD dengan memperketat pemasangan alat peraga kampanye, seperti baliho dan spanduk. Partai politik hanya boleh memasang satu baliho di setiap desa/kelurahan. Baliho pun hanya berisi gambar dan nomor, visi misi dan program. Gambar caleg tidak boleh nongol. Sedang caleg hanya boleh memajang gambar dan pesannya berdasar zona. Misalnya, zona caleg DPR ditentukan berdasar kabupaten/kota, zona caleg DPRD provinsi berdasar kecamatan, dan zona caleg DPRD berdasar desa/kelurahan.
Jika hal itu benar-benar bisa diterapkan, maka baliho dan spanduk yang mengganggu pemandangan, akan hilang atau setidaknya berkurang dari ruang publik. “Masalahnya, ya itu tadi, efektivitas penerapan peraturan ini di lapangan kita ragukan,” tandasnya.
Dari paparan KPU Kota Mojokerto, lanjut dia, tersirat bahwa sanksi terhadap partai dan caleg yang melanggar hanya berupa teguran lisan dan tertulis, sehingga mereka tidak akan kapok. “Kalau tetap melanggar siapa yang harus membersihkan dan menertibkan baliho dan spanduk yang dipasang sembarangan tadi? Karena Panwaslu merasa bukan urusannya,” singgung dia diamini salah satu lurah di wilayah kecamatan yang sama.
Menanggapi hal ini, Ketua KPU Kota Mojokerto , Dewa Gde Paramatha mengatakan, implementasi PKPU 15/2013 bukan untuk menambah beban aparat di level kelurahan, namun justru memberi kewenangan mengatur zonasi sebagaimana rambu-rambu yang ditentukan dalam peraturan tersebut. “Pihak kelurahan yang akan menentukan zona penempatan APK (alat peraga kampanye). Dan yang pasti, secara teknis kan ada koordinasi,” katanya. (one)
Social