Jombang-(satujurnal.com)
Masudin, pakar terapi telinga menggelar aksi sosial untuk siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) Kurnia Asih, Ngoro, Jombang. Sedikitnya 15 siswa sekolah ini diterapi pria yang pekan lalu membuktikan kepiawaiannya di salah satu stasiun televisi nasional tersebut.
Satu-persatu siswa yang memiliki kekurangan pendengaran itu diterapi warga Dusun Ketanen, Desa Banyuarang, ,Kecamatan Ngoro, jombang.
Sebelum dilakukan terapi, Masudin memaparkan teknik terapi, yakni pijit saraf pendengaran yang kurang berfungsi akibat syarat dengar tertutup.
Satu persatu penderita tuna rungu siswa yang menjalani terapi dipijit di bagaian telinga dan kepala. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap kali terapi tak lebih dari 30 detik. Usai diterapi, para siswa dites dengan dipanggil namanya serta ditepuk dari jarak jauh.
Tatkala nama mereka dipanggil, mereka mengacungkan jempol tanda mampu mendengar. Namun, menurut Masudin, diantara sekian siswa yang diterapi, ada yang harus menjalani terapi lanjutan karena tingkat ketulian mereka sudah berat.
“Tidak sepeser rupiah pun biaya yang saya bebankan untuk siswa-siswa SLB ini,” kata Masudin, Minggu (01/12/2013).
Karena, lanjut Masudin, terapi untuk siswa SLB itu bagian dari aksi sosial dari rangkaian praktik penyembuhan yang dilakukannya. “Selain di Jombang, terapi gratis untuk siswa SLB juga saya gelar di Trenggalek dan Solo. Menyusul nantinya di kota-kota lain,” imbuhnya.
Masudin berharap kedepan SLB tidak lagi mendampingi penderita tuna rungu, namun lebih pada pelatihan murid tuna rungu agar lancar berbicara. “Mereka sudah bisa mendengar suara, jadi guru SLB tinggal mengajari mereka berbicara,” tukasnya.(rg)
Masudin, pakar terapi telinga menggelar aksi sosial untuk siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) Kurnia Asih, Ngoro, Jombang. Sedikitnya 15 siswa sekolah ini diterapi pria yang pekan lalu membuktikan kepiawaiannya di salah satu stasiun televisi nasional tersebut.
Satu-persatu siswa yang memiliki kekurangan pendengaran itu diterapi warga Dusun Ketanen, Desa Banyuarang, ,Kecamatan Ngoro, jombang.
Sebelum dilakukan terapi, Masudin memaparkan teknik terapi, yakni pijit saraf pendengaran yang kurang berfungsi akibat syarat dengar tertutup.
Satu persatu penderita tuna rungu siswa yang menjalani terapi dipijit di bagaian telinga dan kepala. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap kali terapi tak lebih dari 30 detik. Usai diterapi, para siswa dites dengan dipanggil namanya serta ditepuk dari jarak jauh.
Tatkala nama mereka dipanggil, mereka mengacungkan jempol tanda mampu mendengar. Namun, menurut Masudin, diantara sekian siswa yang diterapi, ada yang harus menjalani terapi lanjutan karena tingkat ketulian mereka sudah berat.
“Tidak sepeser rupiah pun biaya yang saya bebankan untuk siswa-siswa SLB ini,” kata Masudin, Minggu (01/12/2013).
Karena, lanjut Masudin, terapi untuk siswa SLB itu bagian dari aksi sosial dari rangkaian praktik penyembuhan yang dilakukannya. “Selain di Jombang, terapi gratis untuk siswa SLB juga saya gelar di Trenggalek dan Solo. Menyusul nantinya di kota-kota lain,” imbuhnya.
Masudin berharap kedepan SLB tidak lagi mendampingi penderita tuna rungu, namun lebih pada pelatihan murid tuna rungu agar lancar berbicara. “Mereka sudah bisa mendengar suara, jadi guru SLB tinggal mengajari mereka berbicara,” tukasnya.(rg)
Social