Mojokerto-(satujurnal.com)
Dana bantuan sosial (bansos) dari pundi APBD Kota Mojokerto senilai puluhan miliar rupiah untuk ratusan kelompok masyarakat dan ormas dibekukan sementara hingga Pemilu 2014 berakhir. Pemkot mengambil langkah tidak populis itu, mengacu surat edaran (SE) Gubernur Jawa Timur dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang himbauan pembekuan bansos.
“Seluruh dana bansos dibekukan sementara hingga usai Pemilu 2014,” ujar Asisten I Sekkota Mojokerto, Soemarjono, Senin (31/03/2014).
Namun soal kapan kran bansos yang sudah diploting dalam DPA APBD 2014 itu dibuka kembali, Soemarjono enggan berkomentar lebih jauh. “Lebih teknis silahkan langsung konfirmasi ke Pak Sek (Sekkota Budwi Sunu),” tukas dia.
Ia pun tak memastikan, kran bansos dibuka pasca Pileg atau Pilpres.
Kabag Administrasi dan Kesejahteraan Rakyat Pemkot Mojokerto Zuhrini saat dikonfirmasi membenarkan atas pembekuan dana tersebut. ’’Memang seperti itu (dibekukan). Karena ada SE (Surat Edaran) Gubernur Jatim,’’ katanya.
Bagi dia, menjabat sebagai Kabag Kesra hanya bisa menjalankan perintah saja. Dia pun tak akan berani mencairkan dana sekecil apapun. ’’Yang jelas, saya hanya menjalankan perintah saja,’’ katanya sembari menyebut surat pembekuan sudah diterima dari Sekdakot.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang penghentian pencairan dana bansos, hibah dan jalin aspirasi masyarakat (jasmas) hingga pasca pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) 2014.
SE Gubernur Jatim tersebut menindaklanjuti surat edaran dari KPK B-14/01-15/01/204 tertanggal 6 Januari 2014 dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait penghentian pencairan dana jasmas.
Selain diserahkan ke setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD), SE tersebut juga disebar ke kepala daerah bupati/walikota. Setiap bupati dan walikota juga diminta untuk menghentikan dana jasmas anggota DPRD kabupaten/kota.
Dengan adanya penghentian pencairan dana jasmas yang berjalan, dinilai sejumlah kalangan sangat bagus untuk kepastian keadilan dari perilaku menyimpang yang bisa dilakukan anggota dewan incumben, terutama kampanye dengan menggunakan dana negara. Tak dipungkiri, Jasmas merupakan salah satu ‘amunisi’ untuk merawat kostituen anggota dewan.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, setiap anggota Dewan mendapat jatah fasilitasi bansos Rp 350 juta. Tak sedikit, anggota dewan yang justru hanya mengandalkan pencairan bansos tersebut sebagai dana stimulus dalam pencalonan kembali sebagai wakil rakyat di ajang Pileg 9 April mendatang.
Menyikapi pembekuan dana bansos tersebut, salah satu anggota DPRD Kota Mojokerto, Paulus Swasono Kukuh justru mempertanyakan langkah Pemkot tersebut. ’’Kita ini realistis saja. Kalau memang ada lembaga penerima yang fiktif, itu boleh saja dibekukan. Tapi kalau yang legal, kenapa harus ditunda?,’’ katanya.
Menurutnya, dana Bansos, hibah dan Jasmas bukan untuk kalangan dewan sendiri, melainkan demi kemaslahatan masyarakat pada umumnya. ’’Dalam proposal sudah jelas semua. Kenapa juga masih ada penghentian?,’’ tuturnya.
Penghentian pencairan dana tersebut justru akan merugikan masyarakat sendiri. ’’Kalau memang ada caleg incumben yang menggunakan dana tersebut untuk kampanye, tentu penegak hukum yang akan bertindak. Masak kita meragukan penegak hukum kita?,’’ pungkas Paulus.
Hal beda diutarakan salah satu caleg ‘pendatang baru’, Puspa Pahlupi. Caleg di Dapil II asal Partai Amant Nasional (PAN) Kota Mojokerto. Menurutnya pembekuan bansos menyebabkan perebutan suara di dapilnya akan lebih fair. Pasalnya, di Dapil dengan wilayah Magersari, Wates, Gedongan dan Balongsari itu, kerap disebut sebagai dapil neraka. Ada sekitar 8 caleg incumben yang bertarung di wilayah ini. ’’Tentunya memberikan angin segar (pembekuan bansos) bagi caleg anyar seperti saya ini,’’ katanya dihubungi via ponselnyatadi siang.
Puspa menilai, pencairan dana bansos, hibah dan Jasmas sebelum pileg dan pilpres cukup rawan diselewengkan. ’’Karena banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh para caleg incumben,’’ pungkasnya.
Senada diungkapkan Achmad Kosun. Caleg asal Gerindra di Dapil I Prajurit Kulon ini mengatakan, keputusan pemerintah menunda pencairan Jasmas hingga Pilpres nanti dinilai akan lebih tepat sasaran. ’’Jasmas yang dikeluarkan sebelum Pileg, akan rawan diselewengkan,’’ jelasnya.
Kebiasaan kalangan dewan, ujar Kosun, Jasmas yang dikeluarkan sebelum Pileg akan membuat kalangan dewan bermain. Seperti menggadaikan surat perintah kerja (SPK) ke bank. ’’Dan dananya dipakai untuk kampanye,’’ imbuhnya.
Tak dipungkirinya, caleg dari kalangan incumben dipastikan ketar-ketir dengan pembekuan dana tersebut. Kata Kosun, hal itu bisa terpantau dari momen kampanye yang berlangsung sejak beberapa pekan terakhir. ’’Bandingkan saja dengan momen kampanye Pileg 2009 lalu. Sangat sepi. Inilah titik puncak ujian bagi caleg incumben,’’ terangnya.(one)
Dana bantuan sosial (bansos) dari pundi APBD Kota Mojokerto senilai puluhan miliar rupiah untuk ratusan kelompok masyarakat dan ormas dibekukan sementara hingga Pemilu 2014 berakhir. Pemkot mengambil langkah tidak populis itu, mengacu surat edaran (SE) Gubernur Jawa Timur dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang himbauan pembekuan bansos.
“Seluruh dana bansos dibekukan sementara hingga usai Pemilu 2014,” ujar Asisten I Sekkota Mojokerto, Soemarjono, Senin (31/03/2014).
Namun soal kapan kran bansos yang sudah diploting dalam DPA APBD 2014 itu dibuka kembali, Soemarjono enggan berkomentar lebih jauh. “Lebih teknis silahkan langsung konfirmasi ke Pak Sek (Sekkota Budwi Sunu),” tukas dia.
Ia pun tak memastikan, kran bansos dibuka pasca Pileg atau Pilpres.
Kabag Administrasi dan Kesejahteraan Rakyat Pemkot Mojokerto Zuhrini saat dikonfirmasi membenarkan atas pembekuan dana tersebut. ’’Memang seperti itu (dibekukan). Karena ada SE (Surat Edaran) Gubernur Jatim,’’ katanya.
Bagi dia, menjabat sebagai Kabag Kesra hanya bisa menjalankan perintah saja. Dia pun tak akan berani mencairkan dana sekecil apapun. ’’Yang jelas, saya hanya menjalankan perintah saja,’’ katanya sembari menyebut surat pembekuan sudah diterima dari Sekdakot.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang penghentian pencairan dana bansos, hibah dan jalin aspirasi masyarakat (jasmas) hingga pasca pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) 2014.
SE Gubernur Jatim tersebut menindaklanjuti surat edaran dari KPK B-14/01-15/01/204 tertanggal 6 Januari 2014 dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait penghentian pencairan dana jasmas.
Selain diserahkan ke setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD), SE tersebut juga disebar ke kepala daerah bupati/walikota. Setiap bupati dan walikota juga diminta untuk menghentikan dana jasmas anggota DPRD kabupaten/kota.
Dengan adanya penghentian pencairan dana jasmas yang berjalan, dinilai sejumlah kalangan sangat bagus untuk kepastian keadilan dari perilaku menyimpang yang bisa dilakukan anggota dewan incumben, terutama kampanye dengan menggunakan dana negara. Tak dipungkiri, Jasmas merupakan salah satu ‘amunisi’ untuk merawat kostituen anggota dewan.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, setiap anggota Dewan mendapat jatah fasilitasi bansos Rp 350 juta. Tak sedikit, anggota dewan yang justru hanya mengandalkan pencairan bansos tersebut sebagai dana stimulus dalam pencalonan kembali sebagai wakil rakyat di ajang Pileg 9 April mendatang.
Menyikapi pembekuan dana bansos tersebut, salah satu anggota DPRD Kota Mojokerto, Paulus Swasono Kukuh justru mempertanyakan langkah Pemkot tersebut. ’’Kita ini realistis saja. Kalau memang ada lembaga penerima yang fiktif, itu boleh saja dibekukan. Tapi kalau yang legal, kenapa harus ditunda?,’’ katanya.
Menurutnya, dana Bansos, hibah dan Jasmas bukan untuk kalangan dewan sendiri, melainkan demi kemaslahatan masyarakat pada umumnya. ’’Dalam proposal sudah jelas semua. Kenapa juga masih ada penghentian?,’’ tuturnya.
Penghentian pencairan dana tersebut justru akan merugikan masyarakat sendiri. ’’Kalau memang ada caleg incumben yang menggunakan dana tersebut untuk kampanye, tentu penegak hukum yang akan bertindak. Masak kita meragukan penegak hukum kita?,’’ pungkas Paulus.
Hal beda diutarakan salah satu caleg ‘pendatang baru’, Puspa Pahlupi. Caleg di Dapil II asal Partai Amant Nasional (PAN) Kota Mojokerto. Menurutnya pembekuan bansos menyebabkan perebutan suara di dapilnya akan lebih fair. Pasalnya, di Dapil dengan wilayah Magersari, Wates, Gedongan dan Balongsari itu, kerap disebut sebagai dapil neraka. Ada sekitar 8 caleg incumben yang bertarung di wilayah ini. ’’Tentunya memberikan angin segar (pembekuan bansos) bagi caleg anyar seperti saya ini,’’ katanya dihubungi via ponselnyatadi siang.
Puspa menilai, pencairan dana bansos, hibah dan Jasmas sebelum pileg dan pilpres cukup rawan diselewengkan. ’’Karena banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh para caleg incumben,’’ pungkasnya.
Senada diungkapkan Achmad Kosun. Caleg asal Gerindra di Dapil I Prajurit Kulon ini mengatakan, keputusan pemerintah menunda pencairan Jasmas hingga Pilpres nanti dinilai akan lebih tepat sasaran. ’’Jasmas yang dikeluarkan sebelum Pileg, akan rawan diselewengkan,’’ jelasnya.
Kebiasaan kalangan dewan, ujar Kosun, Jasmas yang dikeluarkan sebelum Pileg akan membuat kalangan dewan bermain. Seperti menggadaikan surat perintah kerja (SPK) ke bank. ’’Dan dananya dipakai untuk kampanye,’’ imbuhnya.
Tak dipungkirinya, caleg dari kalangan incumben dipastikan ketar-ketir dengan pembekuan dana tersebut. Kata Kosun, hal itu bisa terpantau dari momen kampanye yang berlangsung sejak beberapa pekan terakhir. ’’Bandingkan saja dengan momen kampanye Pileg 2009 lalu. Sangat sepi. Inilah titik puncak ujian bagi caleg incumben,’’ terangnya.(one)
Social