Bupati MKP |
Mojokerto-(satujurnal.com)
Didera kabar miring mengantongi fee proyek dari sejumlah kontraktor, Bupati Mojokerto, Mustofa Khamal Pasa (MKP) gerah. Tak cukup membantah, ia bahkan mengancam bakal turun menelusuri biang penyebar kabar minor yang ia anggap merontokkan wibawanya sebagai orang nomor wahid di wilayah Kabupaten Mojokerto.
“Saya katakan tidak ada fee. Kalau memang ada yang mengaku suruhan saya. Itu ulah Oknum. Ini akan saya telusuri,” kata Mustofa kepada sejumlah wartawan, Kamis (29/05/2014)
Sebaliknya, MKP malah mengancam bakal melaporkan oknum yang mengatasnamakan dirinya itu. Begitu juga dengan kabar adanya fee dalam proyek aspalisasi Bantuan Keuangan (BK) desa. Mustofa kembali berdalih dirinya tak pernah meminta fee proyek yang dikerjakan masyarakat itu.
”Uang proyek itu langsung masuk ke rekening desa dan dikerjakan masyarakat sendiri, dari mana saya mengambil dana itu” bantahnya lagi.
MKP juga bakal menelusuri adanya kemungkinan oknum-oknum yang mengatasnamakan dirinya untuk meminta fee proyek BK desa. Meski beberapa kepala desa mengaku ada oknum yang dianggap orang dekat bupati meminta fee dengan dalih untuk disetor kepada Mustofa. ”Saya pastikan tidak ada orang suruhan saya,” tegasnya.
Dugaan fee kepada bupati menjadi isu santer penyebab buruknya kualitas proyek aspalisasi baik di Dinas PU CKTR maupun BK desa. Hingga BPK meminta agar 54 rekanan mengembalikan uang Rp16,5 miliar. Tak hanya itu, 98 kepala desa juga diminta mengembalikan uang sebesar Rp8 miliar. ”Adanya rekomendasi itu, karena kami menilai audit yang dilakukan BPK kurang pas,” ujar salah satu kontraktor.
Ia menyebut, BPK hanya melakukan audit administrasi berdasarkan pembelian aspal di pabrik. Sehingga ada selisih yang cukup besar antara pembelian aspal dengan nilai proyek. Sementara kata dia, untuk proyek pengaspalan jalan, kebutuhan tidak hanya untuk pembelian aspal. ”Ada kegiatan persiapan, mobilisasi, leveling, pembelian material, sewa alat, tenaga kerja dan banyak kebutuhan lain. Ini tidak dimasukkan oleh BPK,” timpalnya.
Para kontraktor keberatan jika harus mengembalikan uang dan mengaku telah menyetor sejumlah uang untuk penggarapan setiap paket proyek aspal jalan.
Menurut pengakuan beberapa kontraktor, mereka menyetor Rp 35 juta untuk setiap paket proyek dengan nilai antara Rp165 juta hingga Rp180 juta. Uang fee itu dikumpulkan melalui salah satu kontraktor yang memang dikenal dekat dengan bupati.
Salah seorang kontraktor menyebut jika semua rekanan menyetor fee melalui orang dekat bupati. Karena itulah sumber yang meminta namanya tak disebut itu meminta agar bupati ikut bertanggung jawab atas besarnya pengembalian uang proyek kepada BPK tersebut. ”Kalau bupati membantah tu haknya. Tapi soal fee Itu riil, dan semua rekanan melakukan,” ujar kontraktor senior itu.
Sumber ini juga meminta kepada BPK untuk melakukan audit ulang. Menurutnya, besarnya pengembalian uang sangat tidak masuk akal.
”Memang tidak masuk akal. Yang dihitung BPK hanya pembelian aspal saja. Apa proyek itu tidak butuh sewa kendaraan, pembelian material dan tenaga kerja. Apa bisa proyek aspal hanya dilakukan dengan membeli aspal saja,” cetusnya.
MKP tak menampik, ada beberapa proyek yang juga dicek langsung oleh BPK. Dan proyek ini ternyata, BPK hanya menemukan angka yang kecil untuk dikembalikan. ”Harusnya ada pengecekan lapangan dan administrasi. Yang dicek di lapangan, pengembaliannya hanya berikisar antara Rp1 juta hingga Rp8 juta,” tukasnya.
Saat ini, lanjut MKP, pihaknya sudah mulai merunut kekurangan administrasi baik proyek di Dinas PU CKTR maupun BK desa. Ia yakin, tak akan ada selisih yang besar setelah ada pembenahan administrasi dan klarifikasi ke BPK.
”Saya yakin akan berkurang jauh. Yang jelas lebih dari separuh. Dan untuk BK desa, memang ada kepala desa yang tidak mengerjakan sendiri dan dipihak ketigakan. Sehingga kades tak tahu adminstrasinya,” pungkas MKP.(one)
Social