Keluarga Tiris |
Mojokerto-(satujurnal.com)
Keluarga Tiris, satu keluarga di
Desa Temon, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto mengalami
keterbelakangan mental.
Tiris, laki-laki berusia 74 tahun harus menanggung
beban hidup yang begitu berat.
Istrinya mengalami kebutaan, sedang tiga
anaknya, yang sudah dewasa tak satu pun yang menikah. Keluarga yang berada di bawah garis
kemiskinan yang berteduh di gubuk reyot tak layak huni ini bertahan hidup
sebagai buruh tani dan pencari kayu di hutan.
Kemiskinan dan mahalnya biaya
pengobatan menyebabkan Tiris hanya berangan-angan untuk membawa berobat Sampi,
istrinya yang kini berusia 70 tahun dan ketiga anaknya, Sunardi, 43 tahun, Suwarto,
40 tahun dan Parini, 25 tahun.
Ketiga anak Tiris yang terlahir
dengan keterbelakangan mental itu tak satu pun yang menikah. Keseharian tiga
anak Tiris yang buta aksara ini banyak dihabiskan di dalam rumah yang
berdinding bambu tanpa ada kamar serta tempat tidur yang layak.
Parini, anak bungsu, lebih banyak
menghabiskan waktu untuk menemani ibunya yang mengalami kebutaan sejak dua
tahun lalu.
Pun Sunardi dan Suwarto tak
banyak beraktivitas. Perasaan minder mengalahkan keinginan keluarga ini
berinteraksi layaknya warga lainnya.
Yang memilukan, keluarga yang
kurang memiliki keberuntungan secara fisik maupun mental, secara ekonomi maupun
sosial ini masih jauh dari sentuhan pemerintah daerah setempat.
Kepala Desa Temu Ireng, Drajat
mengatakan, keluarga Tiris memang terlahir dengan cacat mental. “Ketiga anak
Pak Tiris lahir dengan keterbelakangan mental,” ujarnya, Senin (27/10/2014).
Dengan penghasilan sangat minim
dari kemampuannya sebagai buruh tani dan pencari kayu mereka bersandar hidup. “Kami
berharap ada bantuan khusus dari pemerintah untuk meringankan beban hidup
keluarga ini (Tiris),” ucap Drajat. (wie)
Social