Ketua Komisi III DPRD Kota Mojokerto, Junaidi Malik |
Mojokerto-(satujurnal.com)
Meski Walikota Mojokerto, Mas’ud
Yunus tegas melarang membebani siswa dengan beragam pungutan, rupanya ada juga
sekolah yang tak menggubris. Seperti langkah Kasek SDN Miji 3 yang memungut
uang kegiatan luar sekolah Rp 125 ribu yang diberlakukan untuk siswa 4 dan
kelas 5.
Langkah pucuk pimpinan sekolah
ini pun sampai ke meja Dewan setempat. Ketua Komisi III (kesra) DPRD Kota Mojokerto,
Junaidi Malik menerima pengaduan terkait pungutan tersebut.
’’Wali murid SDN Miji 3 melaporkan adanya
pungutan Rp 125 ribu bagi siswa kelas 4 dan 5 untuk kegiatan luar kelas,’’ kata
Junaidi Malik, Kamis (26/2/2015).
Politisi PKB ini menuturkan,
pungutan itu tidak secara langsung dikoordinir oleh kepala sekolah.
’’Kepala sekolah menggunakan
paguyuban kelas sebagai bemper,’’ terang Juned, sapaan vokalis Dewan asal PKB
tersebut.
Jadi yang menyampaikan perihal
pungutan itu kepada wali murid adalah paguyuban kelas. Paguyuban kelas sendiri
sejatinya sudah menolak pungutan tersebut.
’’Ketika paguyuban menanyakan
RAPBS (rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah) dan kalender kegiatan,
kepala sekolah selalu mengalihkan pembicaraan,’’ tambahnya.
Bahkan karena dianggap melawan
karena mempertanyakan pungutan tersebut, anak wali murid tersebut akhirnya
menjadi korban. ’’Anaknya mendapat perlakuan diskriminatif dari pihak
sekolah,’’ paparnya.
Juned menyebut, pungutan itu
jelas-jelas telah melanggar pakta integritas. Yakni kesanggupan kepala sekolah tidak
melakukan pungutan dalam bentuk apapun. .
’’Karena sudah tidak bisa
memegang komitmen, seharusnya kepala SDN Miji 3 disanksi tegas dan keras. Jangan
sampai dibiarkan sehingga ditiru sekolah lain,’’ tambahnya.
Keberadaan paguyuban kelas dikatakannya
juga harus dievaluasi. Karena keberadaannya selama ini seringkali
dimanfaatkan sebagai bemper pungutan.
’’Kalau memang tidak ada
dasarnya, paguyuban kelas mestinya dibubarkan,’’ ucapnya.
Terpisah, Kepala SDN Miji 3
Muryaningsih menepis tegas lontaran itu. ”Tidak ada pungutan sama sekali,” elak
dia.
Yang benar, lanjut dia, anak-anak
itu menabung sendiri tiap hari Rp 1000. ”Rencananya, uang yang sudah terkumpul
akan digunakan untuk kegiatan diluar kelas Rp 125 ribu. Sisanya untuk uang saku
siswa,’’ jelasnya.
Pihaknya juga membantah ada
siswa yang diperlakukan diskriminatif karena menolak kegiatan tersebut.
’’Memang ada yang menolak
rencana itu. Tapi anaknya tetap kita perlakukan baik. Tidak ada siswa yang
diperlakukan diskriminatif atau dikucilkan,’’ tukasnya. (one)
Social