Mojokerto-(satujurnal.com)
Dana santunan kematian di Kota
Mojokerto masih terus tersendat. Setidaknya dua tahun terakhir, uang santuan Rp
250 ribu yang diberikan kepada keluarga warga Kota
Mojokerto yang meninggal dunia tersendat. Tidak semudah yang dijanjikan
penggagasnya, Abdul Gani Suhartono, mantan walikota Mojokerto beberapa tahun
silam.
Dana yang dipasok
APBD itu baru bisa direalisasi jika sudah terkumpul sedikitnya 20 pengajuan. Atau
pencairan dana dilakukan jika sudah ada 20 warga yang meninggal dunia.
Tak pelak,
birokrasi yang berbelit dan kaku yang diterapkan Pemkot untuk pencairan
santunan kematian ini terus menuai kecaman warga. Tak hanya pencairan dana yang
memakan waktu lama, kesan diombang-ambing birokrasi pun tak terelakkan.
Bambang salah seorang ketua RT di
lingkungan Kemasan, Blooto, Kecamatan Prajurit Kulon mengungkap, salah satu
keluarga warga yang meninggal tahun 2014 lalu, hingga saat ini belum menerima
santuan. Pihak kelurahan terkesan lepas tangan.
“Kata pihak kelurahan saya
diminta untuk menanyakan langsung ke bagian Kesra. Namun jawaban dari Kesra
harus menunggu minimal harus ada 20 orang meninggal, kemudian baru diajukan
pencairannya. Ini konyol,” sergah Bambang, Senin (16/02/2015).
Menurutnya, program
santunan kematian tidak bisa diharapkan lagi untuk meringankan beban warga yang
tengah berduka. “Kalau tidak lancar begini, ya dihapus
saja daripada membingungkan masyarakat,” singgungnya.
Dikonfirmasi keluhan ini, Kabag Kesra
Sekkota Mojokerto Zuhrini membenarkan jika harus menunggu 20 korban meninggal
dunia untuk mencairkan dana kematian. "Tidak bisa saya mencairkan satu -
satu pengajuan," elaknya.
Sebenarnya, ujar Zuhrini, dana
bantuan kematian berada di pos anggaran kelurahan. Karena kelurahan sekarang sebagai
kuasa pengguna anggaran.
"Anggarannya itu sebenarnya
ada di kelurahan. Kesra hanya bertugas mengajukan ke DPPKA (Dinas Pendapatan Pengelolahan
Keuangan dan Asset, red)," tandas Zuhrini.
Terpisah Kepala DPPKA
Pemkot Mojokerto Agung Mulyono menandaskan jika tidak ada alasan untuk
memperlambat pencairan dana yang sudah dialokasikan dalam Dokumen
pelaksanaan anggaran (DPA). "Sejak awal tahun, setiap Pengguna
Anggaran (PA) itu kita berikan UP (Uang Persiapan, red) untuk biaya
operasional. Termasuk kelurahan juga kita berikan UP," terang Agung.
Jika alasan kelurahan ataupun
kesra kehabisan dana operasional senilai UP, menurut Agung juga tidak masuk
akal.
"Ketika UP sudah terpakai 75
persen, PA bisa langsung mengajukan GU (ganti uang, red), jadi tidak alasan
kalau kehabisan atau keterlambatan dana itu," terang mantan kabag hukum
Pemkot Mojokerto ini.
Kalangan Dewan
setempat pun bersungut dan menilai Pemkot mulai mlempem mengawal program yang
ditopang APBD tersebut.
Hardiyah Santi wakil ketua komisi
III (bidang kesra) DPRD kota Mojokerto terkejut mendapat informasi mekanisme
pencairan dana kematian tersebut.
"Saya akan cek ke bagian
kesra, apa alasan keterlambatan pencairan dana bantuan kematian. Karena kita
kan sudah menyetujui anggaran itu dalam APBD 2015," tegas politisi Partai Golkar
ini.
Jika diperlukan, lanjut Santi, Komisi III akan memanggil semua yang berhubungan dengan pencairan dana kematian itu. Mulai dari kelurahan, kecamatan, bagian kesra hingga DPPKA.
"Kita akan meminta penjelasan
semuanya. Jangan sampai masyarakat dirugikan dengan keterlambatan itu,"
pungkas anggota Dewan dua periode tersebut. (one)
Social