Pemkot
Mojokerto menjatuhkan deadline pengosongan 51 bedak pedagang kaki lima (PKL)
Alun-alun Kota Mojokerto di jalan Benteng Pancasila (Benpas) yang sudah
berpindahtangan, akhir bulan Maret 2015.
Pengosongan
tanpa syarat itu diberlakukan, lantaran dua kali surat peringatan tak digubris.
“Selambatnya
akhir bulan ini (Maret) 51 bedak yang kini ditempati bukan PKL yang mendapat fasilitas
harus sudah dikosongkan sendiri. Untuk kepentingan ini segera kami layangkan SP
3 (surat peringatan ketiga atau terakhir,” kata Kasatpol PP Kota Mojokerto,
Agus Supriyono didampingi Kabag Humas, Heryana Dodik Murtono, Senin
(16/3/2015).
Soal
SP3 yang akan dilayangkan kepada 51 PKL penerima fasilitas, imbuh Agus, sudah
bukan lagi diteken pihaknya, namun diteken Sekretaris Daerah Kota Mojokerto. “Karena
sudah menyangkut kepemilikan aset daerah dan penataan ulang aset itu sendiri,
maka menjadi kewenangan Sekda,” terang Agus.
Menurut
Agus, harga mati pengosongan 51 bedak terpaksa ditelurkan Pemkot lantaran dua
kali peringatan tak mendapat respon positif. “Karena kesempatan yang diberikan
tidak dimanfaatkan, ya terpaksa harus dilakukan tindakan lain. Dan yang pasti,
untuk saat ini pintu bagi 51 PKL penerima fasilitas untuk kembali menempati
bedak mereka sudah tertutup,” tandasnya.
Jika
sampai batas akhir pengosongan masih ada bedak yang ditempati, ujar Agus, maka
akan dilakukan pengosongan paksa. “Kami tetap menerapkan upaya persuasif.
Makanya kita harap PKL yang bukan mendapat fasilitas segera mengosongkan
sendiri agar jangan sampai terjadi pengosongan paksa,” tandasnya.
Diberitakan
sebelumnya, rencana pengosongan 51 bedak PKL Alon-alon di Benpas dilakukan,
menyusul temuan Diskoperindag soal pemindahtangan 51 bedak oleh puluhan PKL penerima
fasilitas secara melawan hukum.
“Hasil
temuan di lapangan, terdapat 51 bedak yang sudah dipindahtangankan dengan cara
dijual dan disewakan. Agar tidak berlarut-larut, secepatnya akan dilakukan
eksekusi pengosongan,” kata Plh Kepala Diskoperindag Kota Mojokerto,
Soemarjono, pekan lalu.
Menurut
Soemarjono, apa pun alasan PKL memindahtangankan fasilitas daerah itu tidak
bisa dibenarkan. Karena, ratusan PKL terelokasi di awal penempatan bedak sudah meneken kesepakatan untuk memanfaatkan fasilitas
yang dipinjamkan pemerintah itu.
“Antara lain tidak boleh dipindahtangankan. Jika tidak lagi menempati, harus dikembalikan ke Pemkot tanpa syarat,” imbuhnya.
Sedang aturan penempatan PKL terelokasi, ujar Imam, termaktub dalam Perwali 19/2012 tentang Pusat Perdagangan PKL Kota Mojokerto. “Untuk nama 248 PKL terelokasi ditetapkan dalam SK Walikota,” tukas dia.
Yang mencengangkan, bedak itu dikomersilkan dengan harga hingga belasan juta rupiah. “Rupanya, mereka (PKL) sudah kebablasan. Ada yang menyewakan Rp 2,5 juta per tahun, bahkan ada yang menjual bedak.
Satu bedak dijual Rp 15 juta,” ungkap mantan Kasatpol PP Kota Mojokerto tersebut.
Meski demikian, Pemkot Mojokerto tidak akan mengusut lebih jauh soal penempat terakhir bedak. Pun soal harga komersial yang muncul.
“Kita
fokus eksekusi atau penarikan fasilitas (bedak) saja. Soal pedagang yang
terlajur sewa atau beli ke PKL ‘nakal’ , biar diselesaikan sendiri,” tandas Soemarjono.
Selepas upaya paksa, ujar Asisten I Sekkota Mojokerto tersebut, tidak akan diberikan bagi PKL lagi, namun akan dilakukan tata ulang bedak.
“Bangunan
area PKL Alon-alon di Benpas itu dirancang untuk 220 PKL.Tapi karena menjelang
relokasi terjadi pembengkakan jumlah PKL, akhirnya harus ditempati 248 PKL.
Makanya setelah eksekusi bedak yang pindah tangan (51 bedak) akan kita tata
ulang agar kembali ke desain awal,” ujarnya.
Bedak
yang berukuran 1,3 meter x 2 meter akan diperluas menjadi 3 meter x 2 meter. (one)
Social