Agung Moeljono |
Mojokerto-(satujurnal.com)
Langkah Pemkot Mojokerto menaikkan nilai jual obyek pajak (NJOP) Pajak Bumi Bangunan (PBB) menuai protes warga. Pasalnya, PBB yang harus dibayar tahun ini jauh lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.
“Kenaikan PBB tahun ini sangat drastis. Tahun lalu saya bayar PBB hanya sekitar Rp 150 ribu, sekarang Rp 275 ribu,” kata Amin, pemilik rumah di wilayah Kelurahan Balongsari, Kamis (2/04/2015).
Senada diutarakan beberapa orang warga. Mereka mengeluhkan kenaikan PBB yang dinilai memberatkan. “Kalau naikkan pajak daerah ya yang wajar saja. Jangan naik drastis begitu,” ucap Sunyoto, warga Kelurahan Wates.
Kenaikan pajak daerah akibat dinaikkannya NJOP ini menurut mereka patut dipertanyakan. Karena, pemerintah pusat mewacanakan menghapus PBB untuk wajib pajak tertentu, seperti pensiunan PNS dan warga miskin. Sebaliknya, Pemkot Mojokerto justru memungut PBB lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.
Soal ini, Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Mojokerto Agoeng Moeljono mengaku mahfum jika banyak warga yang protes akibat penyesuaian NJOP. “Bisa dimaklumi. Mungkin terkejut juga. Tapi kalau dicermati, dampak penyesuaian NJOP positif bagi wajib pajak. Karena nilai aset mereka terdongkrak,” katanya.
NJOP, ujarnya, memang sudah mendesak untuk dilakukan penyesuaian. Karena validasi NJOP yang dilakukan KPP (Kantor Pelayanan Pajak) Pratama Mojokerto berlangsung lima tahun silam. “Perlu update lagi. Kalau tidak, maka NJOP Kota Mojokerto akan jauh tertinggal dengan daerah tetangga. Penyesuaiannya berdasarkan ZNT (zona nilai tanah) yang secara kualitas NJOP mendekati harga wajar,” cetusnya.
Agung mengklaim, sebelum menaikkan NJOP pihaknya melakukan berbagai langkah, seperti survey, SK ZNT Lama, laporan PPAT, notaris, agen property dan info dari dunia maya.
Ia pun menyebut beberapa pijakan yang menjadi alasan dinaikkannya NJOP. Antara lain, UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi, Perda 12 tahun 2010 tentang Pajak Daerah, Perwali 63 Tahun 2012 tentang Juklak Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Obyek dan subyek PBB dalam rangka pembentukan dan pemeliharaan basis data Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak (SISMIOP) PBB Perkotaan dan Perwali 18 tahun 2014 tentang Tata Cara Pemungutan PBB Perkotaan.
Meski demikian, lanjut Agung, wajib pajak yang tidak mampu bisa diberi keringanan pajak. “Sampai saat ini sudah ada 30 WP (wajib pajak) yang mengajukan keringanan (PBB),” ujarnya. (one)
Langkah Pemkot Mojokerto menaikkan nilai jual obyek pajak (NJOP) Pajak Bumi Bangunan (PBB) menuai protes warga. Pasalnya, PBB yang harus dibayar tahun ini jauh lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.
“Kenaikan PBB tahun ini sangat drastis. Tahun lalu saya bayar PBB hanya sekitar Rp 150 ribu, sekarang Rp 275 ribu,” kata Amin, pemilik rumah di wilayah Kelurahan Balongsari, Kamis (2/04/2015).
Senada diutarakan beberapa orang warga. Mereka mengeluhkan kenaikan PBB yang dinilai memberatkan. “Kalau naikkan pajak daerah ya yang wajar saja. Jangan naik drastis begitu,” ucap Sunyoto, warga Kelurahan Wates.
Kenaikan pajak daerah akibat dinaikkannya NJOP ini menurut mereka patut dipertanyakan. Karena, pemerintah pusat mewacanakan menghapus PBB untuk wajib pajak tertentu, seperti pensiunan PNS dan warga miskin. Sebaliknya, Pemkot Mojokerto justru memungut PBB lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.
Soal ini, Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Mojokerto Agoeng Moeljono mengaku mahfum jika banyak warga yang protes akibat penyesuaian NJOP. “Bisa dimaklumi. Mungkin terkejut juga. Tapi kalau dicermati, dampak penyesuaian NJOP positif bagi wajib pajak. Karena nilai aset mereka terdongkrak,” katanya.
NJOP, ujarnya, memang sudah mendesak untuk dilakukan penyesuaian. Karena validasi NJOP yang dilakukan KPP (Kantor Pelayanan Pajak) Pratama Mojokerto berlangsung lima tahun silam. “Perlu update lagi. Kalau tidak, maka NJOP Kota Mojokerto akan jauh tertinggal dengan daerah tetangga. Penyesuaiannya berdasarkan ZNT (zona nilai tanah) yang secara kualitas NJOP mendekati harga wajar,” cetusnya.
Agung mengklaim, sebelum menaikkan NJOP pihaknya melakukan berbagai langkah, seperti survey, SK ZNT Lama, laporan PPAT, notaris, agen property dan info dari dunia maya.
Ia pun menyebut beberapa pijakan yang menjadi alasan dinaikkannya NJOP. Antara lain, UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi, Perda 12 tahun 2010 tentang Pajak Daerah, Perwali 63 Tahun 2012 tentang Juklak Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Obyek dan subyek PBB dalam rangka pembentukan dan pemeliharaan basis data Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak (SISMIOP) PBB Perkotaan dan Perwali 18 tahun 2014 tentang Tata Cara Pemungutan PBB Perkotaan.
Meski demikian, lanjut Agung, wajib pajak yang tidak mampu bisa diberi keringanan pajak. “Sampai saat ini sudah ada 30 WP (wajib pajak) yang mengajukan keringanan (PBB),” ujarnya. (one)
Social