MBAH
SUMIATUN, perempuan lanjut usia (lansia) sebatangkara menjadi penghuni pertama
Wisma Panti Jompo di Liposos yang berada di lingkungan Balongrawe Baru
(Baraba), Kelurahan Kedundung, Kota Mojokerto.
Sudah
dua pekan perempuan lansia yang ditemukan petugas dinas sosial setempat di area
emplasemen PT KAI Mojokerto, jalan Bhayangkara, Kota Mojokerto ini berada di
wisma yang belum diresmikan pemanfaatannya itu.
Saat
ditemui SatuJurnal.com, Senin (1/2/2016) siang, mbah Sumiatun tengah berbaring
di ranjang. Ia terkesiap kala melihat beberapa orang tiba-tiba berada di
ruangan dengan empat ranjang dan empat almari pakaian berukuran kecil serta
kamar mandi yang dilengkapi kloset duduk yang ia tempati kini.
Prasiska,
satu dari tiga petugas wisma panti jompo mengatakan, mbah Sumiatun baru saja
berbaring usai minum obat. “Mbah Sumiatun harus minum obat secara rutin karena sakit
paru-paru dan jantung,” tutur perempuan berjilbab tersebut.
Kala
ditemukan petugas Dinas Sosial Kota Mojokerto di emplasemen PT KAI di belakang
pertokohan jalan Bhayangkara Kota Mojokerto, menurut Prasiska, kondisi kesehatan
mbah Sumiatun drop.
“Oleh petugas langsung dibawa ke RSU Dr Wahidin Sudiro
Husodo untuk mendapatkan penanganan medis. Oleh dokter, mbah Sumiatun
dinyatakan mengidap penyakit paru-paru dan jantung,” imbuh gadis berjilbab itu.
Petugas
dinas sosial mengevakuasi mbah Sumiatun dan dinyatakan berhak menjadi penghuni
wisma panti jompo, karena dari dokumen kependudukan yang dikantongi, ia
merupakan warga Kota Mojokerto. Tertera dalam keping KTP mbah Sumiatun, ia
warga Miji Baru Satu Gang 1 Nomor 54, RT 006 RW 001, Kelurahan Miji Kecamatan
Prajurit Kulon. Lahir di Magetan 12 April 1958. Status perkawinan , cerai
hidup. Selain
KTP, mbah Sumiatun masih menyimpan kartu keluarga serta buku nikah.
“Wisma
panti jompo ini memang khusus diperuntukkan bagi lansia terlantar warga Kota
Mojokerto. Makanya, setelah diketahui mbah Sumiatun merupakan warga Kota
Mojokerto maka petugas pun membawa kemari untuk jadi penghuni wisma ini,” kata
Prasiska.
Mbah
Sumiatun hanya duduk termangu di tepian ranjang kala Prasiska mengutarakan
muasal dirinya hingga menjadi penghuni pertama wisma panti jompo yang dibangun
dengan modal APBD hampir satu miliar rupiah itu.
Mata
mbah Sumiatun pun kelihatan nanar, memandang langit-langit ruangan. Sesaat
setelah menghela nafas panjang, ia mulai berujar soal jati dirinya.
“Saya
sudah menjadi warga Kota Mojokerto sejak puluhan tahun lalu,” tuturnya lirih.
Agak
terbatah, ia lalu menyambung ucapannya, menyebut tanah kelahirannya. “Asal saya
desa Radugede, kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan,” katanya.
Perempuan
kelahiran Magetan, Jawa Timur limapuluh delapan tahun silam itu tiba-tiba saja menerawang,
sejenak menatap langit-langit ruangan, sebelum kemudian bertutur soal jalan
hidup yang ia lakoni hingga harus berada di wisma panti jompo dibawah kendali
Dinas Sosial Kota Mojokerto tersebut.
Namun ia
geleng kepala kala diminta mengingat tahun awal bermukim di Kota Mojokerto. “Saya
tidak ingat, tapi ya sudah puluhan tahun lalu,” sergahnya.
Yang
pasti ia hijrah ke Kota Mojokerto lantaran diboyong sang suami, Panidjo yang kini
tak tahu lagi keberadaannya sejak mereka memutuskan bercerai.
“Suami
saya itu tukang reparasi pompa air,” katanya menyebut pekerjaan mantan suaminya.
Selama
berumahtangga, mbah Sumiatun tidak dikaruniai anak. Ia bersama suami tinggal di
seputaran kota Mojokerto dengan cara mengontrak rumah secara berpindah-pindah. Setelah
bercerai, hidupnya kian kelam. Untuk makan pun ia hanya berharap belaskasihan tetangganya.
Kian ironis saat ia tak mampu lagi membayar kontrakan rumah. Diam-diam ia meninggalkan
kampung Miji Baru Satu ‘bergeser’ berteduh siang malam di belakang bangunan belakang
pertokohan di area emplasemen PT KAI.
“Terakhir
ya di Mji Baru Satu. Setelah bercerai, tidak ada pendapatan apa pun. Jadi ya
tidak lagi bisa membayar kontrakan. Tidak ada pilihan selain harus tidur dan
berteduh dibelakang pertokohan Bhayangkara,” tuturnya.
Ia
memilih ‘tinggal’ di belakang bangunan pertokohan di area emplasemen PT KAI karena hanya tempat itu yang bisa ia jangkau. Jarak antara kampung Miji Baru
Satu dan emplasemen sangat dekat. Ia hanya cukup melangkah melewati pagar besi
bekas rel kereta api yang ditancap kokoh untuk menandai batas kampung dan tanah
PT KAI itu. Dan saat ditanya sejak kapan ia melakoni hidup tanpa tempat tinggal, lagi-lagi ia
mengaku tak ingat lagi.
“Memorinya
kadang baik, kadang blank,” sergah Prasiska bak menukasi pertanyaan yang
mungkin dianggap ‘berat’ oleh mbah Sumiatun.
Kala
ditanya statusnya sebagai penghuni wisma panti jompo, mata mbah Sumiatun
langsung berbinar-binar. Senyum simpul tersungging menghiasi raut wajahnya yang
keriput. Tidak saja senang karena ada orang yang memperhatikan dirinya, namun
ia mengaku bisa menjalani hidup bak warga lainnya. Bangun, beraktivitas,
beribadah dan tidur lebih teratur.
“Bersyukur
saya ditemukan petugas. Kalau tidak, mungkin sisa umur saya akan saya habiskan di
jalanan,” ucap mbah Sumiatun yang mengaku tak ingat lagi nama-nama sanak
saudaranya di Magetan.
Kini
mbah Sumiatun yang mengaku mendapat semangat baru serta rajin jalan-jalan meski
dengan alat bantu berharap kehadiran teman-teman senasib yang akan menjadi
penghuni wisma panti jompo.
“Ya
biar bisa bercengkerama, bersendagurau,” katanya tersipu seraya menatap
Prasista.
Prasista
hanya meminta mbah Sumiatun bersabar. Karena tak lama lagi akan ada belasan lansia warga Kota Mojokerto yang akan meramaikan wisma panti jompo. Mereka yang akan ditempatkan di tiga ruang tidur
masing-masing ruang berkapasitas 5 dan 6 penghuni dengan kamar mandi dan closet
duduk di setiap ruangan.
Wisma
berlantai keramik yang berdiri diatas tanah liposos ini juga dilengkapi dengan
kantor dan musholla serta satu ruang isolasi. Empat set meja makan tampak
ditata rapi. Selain itu, penghuni bisa menikmati televise layar lebar 42 inci
yang dipasang di ruang utama. Sementara untuk keamanan dan pemantauan, wisma
ini dilengkapi 4 unit CCTV.
“Besok
akan ada warga kelurahan Jagalan yang menjadi penghuni baru. Tinggal tunggu
penyelesaian administrasinya saja. Jadi ya lambat laun teman mbah Sumiatun akan
bertambah banyak. Karena panti ini menampung 18 penghuni dari lansia terlantar
warga Kota Mojokerto. Sampai saat ini pun sudah ada 10 lansia yang masuk daftar
tunggu,” ulas Prasista bak membesarkan hati mbah Sumiatun.
Ujar
Prasista, semua penghuni wisma jompo akan mendapatkan pakaian, selimut dan
makanan layak tiga kali sehari. Selain itu, kesehatan setiap lansia jadi
perhatian utama. Sementara untuk meningkatkan keimanan penghuni, secara rutin
Dinas Sosial Kota Mojokerto akan mendatangkan tokoh agama untuk memberikan
siraman rohani. “Motivasi akan terus diberikan kepada para lansia,” tukasnya.
(one)
Social