Kenaikan harga rokok Rp 50 ribu per bungkus baru
sebatas wacana, Asosiasi Pengusaha Rokok Indonesia (ASPRI) Jombang secara tegas
menyatakan penolakan.
ASPRI Jombang menilai, kenaikan harga rokok dikhawatirkan akan memicu matinya daya beli masyarakat hingga bangkrutnya perusahaan. Ujungnya akan terjadi PHK massal.
"Kami secara tegas menolak rencana kenaikan harga rokok yang diprediksi menyentuh level Rp 50 ribu perbungkus. Karena kenaikan harga tersebut pasti akan mematikan daya beli masyarakat," cetus Abdul Rohman, Ketua ASPRI Jombang, Selasa (23/8/2016).
Dengan harga perbungkus yang dibadrol pemerintah sekitar Rp 50 ribu, kata Abdul Rohman, secara otomatis produk perusahaan rokok akan tidak terjual dan merugi.
"Kalau produk tidak terjual, otomatis perusahaan akan lumpuh. Dan PHK massal tidak bisa dihindarkan lagi,” tandasnya.
Diingatkan
pula, selain mengancam terjadinya PHK, jika rencana kenaikan harga rokok itu
benar-benar terealiasi, maka peredaran rokok polosan tanpa pita cukai makin
marak.
Yang
paling terkena imbas kenaikan harga rokok, kata Abdul Rohman lebih jauh, yakni
para pengusaha rokok rumahan.
Seperti
halnya salah satu perusahaan rokok kelas kecil di desa Plandi, Kecamatan
Jombang Kota. Di perusahaan rokok berbasis home industri dengan 35 orang
karyawan ini, diproduksi rokok berbagai ukuran untuk memenuhi pesanan pasar
luar pulau Jawa. Seperti Sumatra, Kalimantan dan beberapa pulau lain. Dalam
sehari, perusahaan ini mampu menghasilkan sekitar 40 ribu batang rokok.
“Kalau
harga rokok naik, perusahaan rokok kecil akan gulung tikar. Karena harga jual
rokok terlalu tinggi hingga tidak mampu bersaing dengan produk rokok perusahaan
besar,” katanya.
Kalau
sudah demikian, lanjut Abdul Rohman, maka kelangsungan pekerjanya diujung
tanduk. “Padahal, secara keseluruhan ada ratusan warga yang menggantungkan
hidupnya dari perusahaan rokok home industri. Makanya kami harap pemerintah
benar-benar memperhatikan nasib mereka sebelum benar-benar menggulirkan
kenaikan harga rokok,” tukasnya.(rg)
Social