Mojokerto-(satujurnal.com)
Sebanyak 35 orang simpatisan perguruan silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) diamankan aparat Polres Mojokerto Kota, Selasa (18/10/2016). Menyusul insiden keributan di Desa Pulorejo, Kecamatan Dawar Blandong, Kabupaten Mojokerto pasca meninggalnya salah satu anggota PSHT di desa tersebut, Selasa (18/10/2016) dini hari.
Kapolresta Mojokerto, AKBP Nyoman Budiarja saat dikonfirmasi mengatakan, para simpatisan PSHT yang diamankan polisi itu sebagian besar berasal dari luar Mojokerto.
"Simpatisan PSHT dari Lamongan ada 23 orang, empat orang dari Bojonegoro, warga Nganjuk dan Jombang masing-masing satu orang, dan sisanya atau enam orang warga Mojokerto," terang Nyoman.
Kendati sudah ditangkap, namun polisi belum menetapkan mereka sebagai tersangka.
Polisi masih mencari keterangan dari para simpatisan itu, siapa yang menjadi pelaku dari keributan di Dawarblandong itu.
"Kami harus menyelidiki siapa yang punya peran dalam keributan tadi pagi itu. Dari hasil interogasi itu, kami baru bisa menetapkan tersangka. Kami masih punya waktu 1x24 jam untuk penetapan tersangka," kata Nyoman.
Karena simpatisan PSHT yang diamankan itu sebagian besar dari luar Mojokerto, maka polres meminta bantuan personel dari Polda Jatim sebanyak satu kompi (90 polisi) untuk mengamankan titik-titik terluar dari Kabupaten Mojokerto.
"Kami ingin ada penebalan pengamanan agar keributan itu tak terjadi," tegasnya.
Soal pemicu keributan yang dilakukan simpatisan PSHT itu, Nyoman menegaskan bahwa mereka tersulut emosi dan tak terima, karena adanya informasi dari Polres Mojokerto Kota bahwa seorang simpatisan PSHT bernama Dwi Cahyono (19) yang meninggal di RS Citra Medika pada Minggu (16/10) kemarin adalah korban kecelakaan tunggal di Desa Kupang, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto.
"Untuk yang meninggal itu murni karena kecelakaan tunggal. Dia meninggal setelah motor Yamaha Vixion nopol W 6206 MP yang dikendarai bersama Andika Dwi Pratama (17) menabrak tiang listrik. Dia meninggal, bukan karena pengeroyokan," jelas AKP Andria Diana Putra, Kasat Reskrim Polres Mojokerto Kota.
Terpisah, Indiarto, SH, Kepala Divisi Hukum Pusat PSHT mengaku salah atas insiden tersebut.
Ia mendesak aparat penegak hukum bersikap proporsional dalam mengusut tuntas kasus ini.
"PSHT menolak keras aksi kekerasan dan kita serahkan sepenuhnya kepada pihak yang berwajib untuk menanganinya," ucapnya.
Indiarto juga mengaku siap memberi ganti rugi kepada masyarakat yang telah dirugikan atas insiden ini.
"Kami meminta maaf kepada masyarakat atas ketidaknyamanan ini. Dan kami siap memberi ganti rugi atas apa yang telah ditimbulkan," tegasnya.
Sekedar informasi, keributan terjadi bermula ketika usai tahlilan atas meninggalnya Dwi Cahyono (19) di Desa Temuireng Kecamatan Dawarblandong. Para simpatisan PSHT yang datang tahlilan itu kemudian konvoi ke beberapa desa pada Selasa (18/10) dini hari.
Polisi yang sudah tahu ada konvoi itu ikut berjaga-jaga di area yang dilewati konvoi simpatisan PSHT itu. Ketika lewat di Desa Pulorejo, para simpatisan yang konvoi itu lalu berteriak-teriak. Mereka tak hanya berteriak, tapi juga melempari beberapa rumah warga. Tak pelak, ada tiga rumah warga yang kacanya pecah. Akibat insiden tersebut, satu mobil patroli Polsek Dawarblandong kacanya pecah kena lempar batu. Dua sepeda motor milik Babinsa juga kena lempar batu.
Begitu peristiwa keributan itu, polisi kemudian menyisir dan mengamankan simpatisan PSHT itu. (one)
Social