Pom Mini
Menjamur, Pemkot Mojokerto Pasif
Pom mini
hasil kreasi masyarakat berupa depo mini BBM eceran kian tumbuh sporadis di
Kota Mojokerto. Di banyak titik, pom mini dengan takaran digital yang kebanyakan
menyatu dengan warung atau kios di tengah pemukiman dinilai Pemkot Mojokerto tanpa
standarisasi dan rentan dari aspek keamanan. Pun tidak ada legalitas yang
dikantongi pemilik pom seharga belasan juta rupiah itu.
Namun,
alih-alih menindak, memberi arahan soal takaran pun tak pernah dilakukan Pemkot
Mojokerto. Padahal, menjamurnya usaha pom mini ini karena terbilang investasi
kecil dengan untung suka-suka.
"Terus terang hingga kini belum
ada regulasi untuk mengatur pom mini ini. Untuk merekom standar
keselamatan seperti ketersediaan alat damkar (pemadam kebakaran, Red) dan
standarisasi takaran pun kita kesulitan. Sebab, nanti dikira memberi
ijin," kata Kepala Disperindag Kota Mojokerto, Ruby Hartoyo, Kamis (9/3/2017).
Ditegaskan
Ruby, penjualan BBM eceran model pom mini itu bukan SPBU resmi. Karena hanya
SPBU resmi yang ukuran dan jumlah liternya tertera di Balai Metrologi
“Mereka adalah
penjual BBM eceran yang memanfaatkan teknologi, bukan penjual resmi BBM dari
pemerintah. Sehingga untuk menyampaikan standarisasi keselamatan dan
takaran penjualan minyak kita pun kesulitan," ungkapnya.
Meski
menyebut beberapa hal menyangkut legalitas pom mini, namun ia tidak
mengemukakan alasan yang bisa dijadikan dasar jika usaha itu illegal. Karena
tidak ada keputusan resmi pemerintah soal illegal tidaknya mesin pom mini itu.
Soal ini
menurut Rudy sudah dibawa ke Disperindag Jatim, namun justru daerah yang
diminta untuk mengambil langkah sendiri.
Ia mengaku telah mengajukan
permasalahan ini ke Disperindag Jatim. "Kita sudah mengajukan pijakan
hukum ke Disperindag Jatim, namun dikembalikan pada kebijakan lokal,"
tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pol PP Kota Mojokerto, Mashudi mengakui
akan menemui kendala di lapangan jika akan menindak pom mini.
"Kita tidak bisa menindak atau
memginspeksi Pom Mini karena belum ada cantolan perdanya. Namun kita siap
memback up Disperindag jika dinyatakan ada pelanggaran aturan," katanya.
Dipihak lain, aktivis sosial
setempat Cahyono mempertanyakan standarisasi pom mini yang
belakangan makin menjamur. Ia mengaku mencium indikasi bahaya pada lingkungan
disekitar area ini.
"Standarisasi keselamatan
di sekitar pom mini ini tidak terjamin. Kami melihat perlunya peran pemerintah
untuk menertibkan dan melakukan sosialisasi kepada pemilik usaha ini agar
kehadiran mereka tidak memberikan ancaman pada keselamatan warga disekitar
lokasi usaha," katanya.
Ia mencontohkan, di Pulorejo alat
digital seharga mulai Rp 9 juta-Rp 14 juta ini dipasang didepan rumah, padahal
jikalau ada kebakaran hal ini amat sulit dikendalikan karena lokasinya
berdekatan dengan pemukiman padat penduduk. Atas persoalan ini kami berharap
ada tindakan atau pembinaan dari pemkot," tukasnya. (one)
Social