Mojokerto-(satujurnal.com)
Manajemen PT. Putra Restu Ibu Abadi (PT PRIA), perusahaan pengelolaan
limbah B3 dan limbah non B3 menyatakan bakal menyeret ke ranah hukum pihak-pihak
yang dinilai terus menggoyang keberadaan pabrik yang berada di Desa Lakardowo,
Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto tersebut. Langkah ini diambil menyusul
aksi-aksi yang dilakukan aktivis lingkungan dan sejumlah warga yang menghendaki
pabrik yang berdiri sejak 2010 itu ditutup lantaran menjadi biang pencemaran
air dan polusi udara.
“Mulai tahun 2016 terjadi gangguan di perusahaan kami yang dilakukan oleh sejumlah
warga maupun aktivis lingkungan, dari mulai penyetopan armada, demo warga,
provokasi terhadap warga, hasutan yang mengarah pada unsur SARA hingga
intimidasi terhadap para pekerja,” kata Kristin, Manajer Marketing PT PRIA, dihadapan puluhan awak media dalam konferensi pers, Selasa (25/4/2017).
Dipaparkan Kristin, diantara tuduhan yang dialamatkan ke PT PRIA yakni soal penimbunan limbah B3, pencemaran sumber air di pemukiman warga,
polusi udara. “Arahnya, pada tuntutan penutupan pabrik,” ujarnya.
Menurut Kristin, pihaknya sudah melangkah untuk menjawab tudingan maupun
pengaduan sejumlah warga dan LSM yang dikirimkan ke beberapa instansi terkait
seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mojokerto, DLH Propinsi Jawa
Timur, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Biro SDA Pemprov Jatim,
Komisi D DPRD Jatim, Komisi VII DPR RI.
“Semua institusi sudah memberikan tanggapan dan melakukan upaya tindak
lanjut terhadap pengaduan yang disampaikan. Dari hasil semua pemeriksaan
menyatakan bahwa indikasi parameter pencemar tidak berkorelasi dengan air tanah
dan kegiatan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan PT PRIA,” katanya.
Meski sudah ada hasil uji lab, ujar Kristin lebih lanjut, pihak-pihak yang
menyoal keberadaan PT PRIA seolah tak surut langkah.
“Bahkan kegiatannya semakin lama semakin massif, sporadik, bahkan terkesan
membabi buta dalam upaya menjatuhkan PT PRIA dimata publik,” tandas Kristin.
Akibat lebih jauh, kata Kristin, ratusan rekanan yang selama ini menggunakan
jasa PT PRIA memilih menghentikan kerjasama. “Angka produksi turun hingga lima
puluh persen,” bebernya.
Pun secara psikologis, ujar Kristin, karyawan pabrik yang berasal dari
warga setempat mendapat tekanan yang warga yang kontra keberadaan pabrik. “Bahkan,
keluarga karyawan juga dimusuhi warga karena bekerja di PT
PRIA," ucapnya.
Sementara itu, Hari Cahyono, pengacara dari kantor pengacara dan penasehat hukum
Hammurabi yang mendampingi PT PRIA menyatakan, tidak ada lagi langkah-langkah persuasif
maupun kompromi terhadap warga maupun aktivis LSM yang selama ini melakukan
tentangan. “Terhadap pihak-pihak, baik warga maupun aktivis LSM yang melakukan
perbuatan melawan hukum, seperti intimidasi, provokasi, pengumpulan massa yang
tidak berijin, pelecehan di sosial media, penghasutan, pemberitaan palsu,
menghalangi dan mengganggu proses kerja dan pembunuhan karakter PT PRIA, kami
akan mengambil tindakan yang bersifat ligitasi maupun non ligitasi. “Mereka
kami laporkan tidak saja pada perbuatan pidana, tapi juga terkait pelanggaran
yang diatur dalam UU IT,” tukasnya. (one)
Social