Mojokerto-(satujurnal.com)
Puluhan
aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) Mojokerto menggelar aksi menolak program Full Day School (FDS) di depan
perkantoran Pemerintahan Kota Mojokerto, Dinas Pendidikan Kota Mojokerto,
perkantoran Pemerintahan Kabupaten Mojokerto dan Dinas Pendidikan Kabupaten
Mojokerto, Kamis (18/8/2017).
Saat di
depan Perkantoran Pemkot Mojokerto, para aktivis PMII dari Komisariat STIT
Raden Wijaya, UNIM Majapahit, Institut Agama Islam Uluwiyah, dan STIE Al Anwar tersebut
tidak saja menggelar orasi seraya membentang spanduk penolakan terhadap Permendikbud
23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah, namun mereka juga menggelar tahlilan.
Tahlil digelar setelah tiga orang perwakilan mereka keluar dari ruang Komisi
III DPRD Kota Mojokerto usai menyampaikan aspirasi ke Kepala Dinas Pendidikan
Kota Mojokerto, Novi Raharjo dan Wakil Ketua Komisi III, Cholid Virdaus.
Gelar
tahlilan ditengah demo yang dijaga ketat aparat kepolisian setempat itu sempat
menarik perhatian warga yang tengah melintas di jalan protokol Kota Mojokerto
tersebut.
Slamet,
salah satu koordinator aksi mengatakan, PMII tegas menolak Permendikbud Nomor
23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah yang mengusung program full day scholl karena
berpotensi mengikis pendidikan non formal, seperti madrasah diniyah (madin), taman
pendidikan Alquran (TPQ) dan pendidikan keagamaan di dunia pesantren.
“Peneerapan
delapan jam sekolah dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 akan menghambat
proses belajar mengajar di madin. Selain itu, juga akan mengurangi jam bermain,
istirahat dan berkumpul dengan keluarga," cetusnya.
Disisi
lain, FDS berdampak pada beban biaya bagi orang tua murid. “FDS memicu keresahan di masyarakat. Sehingga
secara tegas PC PMII Mojokerto menolak program full days school dan meminta pemerintan
mencabut Permendikbud itu,” tandas Slamet.
Sementara
itu, usai menerima perwakilan aktivis PMII, Wakil Ketua Komisi 3, Cholid Virdaus mengatakan
pihaknya akan menampung masukan dan aspriasi mereka. "Memang banyak kekawatiran
masyarakat terutama yang berbasis pesantren jika ini diterapkan. Masukan ini
akan menjadi bahan kita karena pada bulan September besok, kita akan ke
Kemenetrian untuk konsultasi," ujarnya.
Kepala
Dinas Pendidikan Kota Mojokerto, Novi Rahardjo tak menampik jika banyak pihak
yang menyatakan keberatan terhadap penerapan program FDS atau sekolah lima hari.
Namun, karena Presiden Joko Widodo menyatakan progam itu tidak wajib dan akan
diganti dengan Peraturan Presiden tentang Penguatan Karakter, maka keberatan
terhadap program itu tidak perlu lagi.
“Justru
kesempatan pihak yang menolak untuk mengakomodasi pasal-pasal yang nantinya ada
di Peraturan Presiden,” katanya.
Artinya
grade naik, lanjut Novi, otomatis Permendikbud ini sudah tidak berlaku karena
menunggu Perpres.
“Di Kota
Mojokerto, untuk sekolah negeri program FDS tidak diberlakukan. Tapi ada juga
sekolah swasta yang sudah menerapkan program FDS sebelum adanya Permendikbud.
Bahkan program itu menjadi rogram unggulan untuk menarik minat siswa baru,”
ungkap Novi. (one)
Social