Surabaya-(satujurnal.com)
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan tujuh orang
saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (19/09/2017),
untuk membuktikan tindak pidana korupsi dalam kasus suap yang menjerat Wiwiet
Febrianto, Kadis PUPR Kota Mojokerto dalam OTT KPK 16 Juni 2017.
Ketujuh saksi
yang dihadirkan, yakni Umar Faruq, mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto asal
PAN yang saat ini berstatus tahanan KPK. Yuli Vero, Ketua Fraksi PAN, Aris
Satrio Budi dan Suyono, anggota Fraksi PAN, Gunawan, anggota Fraksi Gabungan,
Subambihanto, Kadis Porabudpar dan Helmi, salah satu Kabag di Bappeko Kota
Mojokerto.
Dalam persidangan
keempat yang dimulai pukul 09:00 WIB tersebut,Umar Faruq, mengaku
mendapat tekanan dari seluruh anggota Dewan agar menagih janji eksekutif yang
akan memberikan fee jasmas dan setoran triwulan.
“Pimpinan Dewan
mendapat tekanan dari semua anggota Dewan agar segera mencairkan fee jasmas dan
setoran triwulan yang dijanjikan eksekutif,” kata Umar Faruq menjawab
pertanyaan Iskandar Marwanto, JPU KPK, ikhwal uang haram yang diterima seluruh
anggota Dewan.
Tekanan anggota
Dewan itu muncul, ujar Faruq, lantaran pimpinan Dewan dinilai lemah. “Pimpinan
Dewan diserang anggota (Dewan), karena dinilai tidak becus, tidak berwibawa.
Bahkan, anggota Dewan meminta agar ketua fraksi dilibatkan dalam negosiasi
dengan eksekutif,” ungkap politisi PAN tersebut.
Munculnya tekanan
itu, imbuh Faruq, tidak lepas dari hasil uang tidak resmi yang dikantongi Dewan
tahun sebelumnya yang nilainya jauh dari yang dijanjikan. “Sebelumnya, angka
realisasi fee jauh dari nilai yang sudah disepakati. Karena itulah, anggota Dewan
meminta agar tahun ini kejadian realiasi jauh dari harapan itu tidak terulang
lagi,” cetusnya.
Yang dituntut,
ucap Faruq, diistilahkan ‘sumur tujuh’ atau ‘jamu’ untuk menyebut tambahan
penghasilan yang dipatok sebesar Rp 65 juta per anggota Dewan. “Selain tambahan
penghasilan, ditetapkan nilai jasmas sebesar Rp 26 miliar, dengan rincian 22
orang anggota Dewan masing-masing mendapat platform senilai Rp 1 miliar.
Selebihnya (Rp 4 miliar) untuk tiga orang pimpinan Dewan,” ungkap Faruq seraya
mengatakan hitungan yang kemudian disodorkan ke eksekutif itu mengerucut di
Hotel Santika, Jakarta, bulan Oktober 2016.
Lantaran hingga
bulan Mei 2017 tidak muncul sinyal realisasi fee dan ‘uang jamu’, anggota Dewan
kembali mendesak pimpinan Dewan agar menagih janji ke eksekutif.
Salah satu pejabat eksekutif yang ditagih, yakni Wiwiet Febriyanto,
saat itu menjabat Kadis PUPR yang notabene menangani langsung proyek penataan
lingkungan yang acap diplintir menjadi proyek jasmas.
“Terdakwa (Wiwiet
Febriyanto) menyanggupi memberikan Rp 500 juta. Seminggu sebelum OTT, terdakwa
menyerahkan uang Rp 150 juta kepada ketua Dewan. Dijanjikan, seminggu kemudian
akan diberi kekurangannya (Rp 350 juta).
Ketua Dewan,
lanjut Faruq, kemudian mendistribusikan uang pemberian Wiwiet Febriyanto
tersebut dengan komposisi 22 anggota Dewan, masing-masing Rp 5 juta. Sedangkan ketua
Dewan mendapat bagian Rp 15 juta. Saya dan Abdullah Fanani (wakil ketua Dewan),
masing-masing Rp 12,5 juta,” papar Faruq.
Faruq juga
menyebut, jika uang yang diterima Dewan dari terdakwa merupakan tindaklanjut
pertemuan tiga pimpinan Dewan dengan Wakil Walikota Mojokerto, Suyitno di Hotel
Panda, Trawas. Juga pertemuan dengan Walikota di rumah dinas Walikota. Bahkan Faruq
menyebut jika Walikota memerintahkan terdakwa untuk menyelesaikan fee jasmas
dan setoran triwulan.
Pengakuan Faruq
itu kemudian dibantah terdakwa Wiwiet Febriyanto saat diberi kesempatan Ketua
Majelis Hakim HR Unggul Warso Mukti mengajukan pertanyaan kepada para saksi.
“Walikota tidak
memerintahkan pemberian fee jasmas maupun tri bulan. Justru saya dipanggil
untuk menghitung ‘tunjangan perumahan’ Dewan dalam penganggaran tahun 2018.
Selain itu, untuk urusan jasmas yang terkait titik sasaran proyek fisik yang
diajukan Dewan, walikota meminta agar diselesaikan dengan Dinas PUPR,” sergah Wiwiet
Febriyanto.
Seperti
diketahui, Wiwiet Febriyanto, Kepala Dinas PUPR dan ketua dan dua wakil ketua
DPRD Kota Mojokerto, Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani terjerat operasi
tangkap tangan (OTT) KPK, 17 Juni 2017 lalu.
KPK mengamankan
uang tunai Rp 450 juta dari tangan Wiwiet Febriyanto dan tiga pimpinan Dewan.
Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi tahanan KPK. Wiwiet
Febriyanto menjadi tersangka pertama yang menjalani sidang di Pengadilan
Tipikor Surabaya. Uang yang diamankan diduga berasal dari Ipang dan Dody
Setiawan.
Atas perbuatan
terdakwa, ucap JPU KPK dalam surat dakwaannya, merupakan Tindak Pidana Korupsi,
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal
13 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun
2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHAP. (one)
Social