Surabaya-(satujurnal.com)
Nasib
Wiwiet Febriyanto, mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto, terdakwa kasus dugaan
tindak pidana korupsi ditentukan dua pekan mendatang. Majelis Hakim Pengadilan
Tipikor Surabaya mengagendakan persidangan dengan agenda pembacaan putusan
tanggal 10 Nopember 2017 mendatang.
Agenda
yang ditetapkan majelis hakim yang diketuai HR Unggul Warso Mukti itu setelah
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak
akan mengajukan replik atas pledoi yang dibacakan penasehat hukum Wiwiet dalam
persidangan Jum’at (27/10/2017).
“Agenda
sidang selanjutnya pembacaan putusan tanggal 10 Nopember 2017,” kata Unggul
Warsa sebelum mengetuk palu menutup sidang.
Menurut
Unggul, tanggal putusan diambil mengingat masa tahanan Wiwiet bakal habis 19
Nopember 2017.
Wiwiet
Febriyanto mulai menjalani status sebagai tersangka setelah KPK tanggal 17 Juni
2017 pasca dikeler ke gedung KPK lantaran terjaring operasi tangkap tangan
(OTT) lembaga antirasuah itu di Kota Mojokerto.
Ia
mulai menjalani persidangan pertama 29 Agustus 2017. JPU KPK sudah menghadirkan
45 orang saksi untuk membuktikan dakwaannya.
Sebelumnya,
Wiwiet
Febriyanto, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) 2 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidier 6 bulan kurungan.
Ia dianggap JPU KPK terbukti menyuap tiga
pimpinan lembaga legislatif itu terkait komitment fee proyek penantaan
lingkungan atau acap disebut proyek jasmas.
“Menuntut supaya Majelis Hakim memutuskan ,
menyatakan terdakwa Wiwiet Febriyanto terbukti secara sah dan meyakinkan
menurut hukum bersalah melakukan ‘bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi’
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 KUHPidana,” kata JPU KPK, Iskandar Marwanto saat
membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jum’at (20/10/2017).
Dalam pertimbangannya, JPU KPK menilai
hal-hal yang memberatkan hukuman bagi Wiwiet, karena perbuatannya tidak
mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang sedang giat-giatnya melakukan
upaya pemberantasan korupsi.
“Perbuatan terbakwa membuat pembangunan kota
Mojokerto menjadi terhambat,” ujar JPU KPK.
Sedang hal yang meringankan, terdakwa belum
pernah dihukum dan menyesali perbuatannya.
KPK menurunkan empat JPU untuk
menangani kasus yang menjerat Wiwiet Febriyanto dan mantan ketua dan dua wakil
ketua Dewan, Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani tersebut.
Keempat JPU, yakni Iskandar Marwanto, Subari
Kurniawan, Arin Karniasari dan Tri Anggoro Mukti. Sedangkan Majelis Hakim
diketuai HR Unggul Warso Mukti.
Selain pembacaan tuntutan, KPK menyatakan
permohonan Wiwiet Febriyanto sebagai Justice Collaborator ditolak.
Atas tuntutan itu, Wiwiet mengajukan pledoi
atau nota pembelaan yang dibacakan dalam
persidangan hari ini.
Seperti diberitakan, tiga mantan pimpinan DPRD Kota Mojokerto,
Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani terjaring operasi tangkap tangan (OTT),
bersama Wiwiet Febrianto, mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto, pada Jum’at
(16/6/2017 hingga Sabtu (17/6/2017) dini hari. Sekitar pukul 23.30 KPK mengamankan
Purnomo, Umar Faruq dan Hanif di kantor DPD PAN Kota Mojokerto. Dari dalam
mobil milik Hanif, tim menemukan uang Rp 300 juta. Pada saat
yang bersamaan, tim juga mengamankan Wiwiet Febrianto di sebuah jalan di
Mojokerto dan mengamankan uang Rp 140 juta. Kemudian Tim KPK berturut-turut
mengamankan Abdullah Fanani dan Taufik di kediaman masing-masing. Dari tangan
Taufik, tim mengamankan Rp 30 juta. Setelah menjalani pemeriksaan awal di
Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur, keenamnya diterbangkan ke Jakarta pada
Sabtu (17/6/2017) untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK. Hanif dan
Taufik, pihak swasta berstatus sebagai saksi.
Social