Surabaya-(satujurnal.com)
Nurhayati, terdakwa kasus dugaan
korupsi alat-alat laboratorium dan alat peraga SMKN 2 Kota Mojokerto yang
menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya mengajukan eksepsi atau
nota keberatan terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Eksepsi diajukan lantaran PNS Pemkot
Mojokerto tersebut merasa tidak menikmati sepeser pun uang dari nilai kerugian
Negara Rp 1,2 miliar seperti dalam dakwaan JPU.
“Unsur memperkaya
diri sendiri, orang lain atau korporasi secara melawan hukum dan dapat
merugikan keuangan negara, seperti bunyi Pasal 2(1) Jo Pasal 18 UU No. 31/1999
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU
No.31/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1ke-I
KUHP, tidak bisa dijadikan dasar dakwaan terhadap Nurhayati karena tidak ada
uang sepeser pun yang dinikmati,” kata Imam Sibawe dan Iwut Widiyantoro,
penasehat hukum Nurhayati, saat menyampaikan eksepsi Senin (23/10/2017).
Menurut Iwut, dalam menjalankan
tugasnya sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), tidak ada prosedur dan
peraturan serta perundangan pengadaan barang dan jasa yang diatur dalam Perpres
No.54 Tahun 2010 yang dilanggar Nurhayati.
Dan lagi, proyek pengadaan alat peraga
itu juga mendapat pendampingan hukum dari Kejaksaan Negeri Mojokerto.
“Jaksa yang ditunjuk sebagai
pendamping tentunya akan melakukan upaya-upaya pencegahan jika diketahui ada
ketidakberesan dalam aturan dan mekanisme lelang. Tapi menjadi janggal, karena Nurhayati
baru mengetahui surat pendampingan dari kejaksaan setelah lelang proyek selesai,”
tandasnya.
Yang juga jadi dasar penolakan
dakwaan, kata Iwut, karena kerugian keuangan Negara Rp 1, 2 miliar yang
termaktub dalam dakwaan primer maupun dakwaan subsider berdasarkan laporan
hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Propinsi Jawa Timur.
“Padahal hanya BPK yang berhak menilai
dan menetapkan jumlah kerugian Negara dan penetapan pihak yang berkewajiban
membayar ganti rugi kerugian Negara, seperti bunyi pasal 10 ayat (2) dan (3) Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, juga Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor
4 Tahun 2016” tandas Iwut.
Karena tidak ada perbuatan melawan
hukum seperti dalam dakwaan JPU, ujar Iwut, maka pihaknya meminta majelis hakim
memutuskan menyatakan bahwa Pengadilan Tipikor tidak berhak mengadili perkara tersebut.
“Semua dakwaan harus dinyatakan batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak
dapat diterima. Majelis hakim juga memerintahkan kepada penuntut umum agar
membebaskan terdakwa Nurhayati dari tahanan,” tukasnya.
Dalam persidangan, Senin (17/10/2017),
JPU menyebut, Nurhayati dinilai secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi yang dapat
merugikan keuangan negara.
"Dalam perkara ini, sesuai
laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan Negara atas perkarta dugaan
tindak pidana korupsi pengadaan alat-alat laboratorium dan alat peraga SMKN 2
Kota Mojokerto tahun anggaran 2013 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jawa Timur, tanggal 13 Juli 2017, menunjukkan
adanya kerugian Negara senilai Rp 1,2 miliar. Kerugian Negara itu diakibatkan
adanya kelebihan bayar dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mojokerto
kepada pihak rekanan,” kata JPU Agustri Hartono, dalam dakwaannya.
Dalam dakwaan, Agustri Hartono
menjelaskan, Nurhayati selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) alat-alat
laboratorium dan alat peraga SMKN 2 Kota Mojokerto telah menyalahgunakan
kewenangannya bersama-sama dengan Moh Hadi Wiyono, Ketua Panitia Pengadaan
Barang Pemkot Mojokerto, serta rekanan pemenang lelang, yakni Moch Armanu,
Direktur PT Integritas Pilar Utama, M Nur Sasongko, Direktur CV Global Inc dan
Hartono, hingga mengakibatkan kerugian Negara Rp 1,2 miliar.
Seperti diketahui, Kejari Kota
Mojokerto mengusut dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat-alat laboratorium
dan alat peraga SMKN 2 Kota Mojokerto tahun anggaran 2013. Lima orang, 2 PNS
sudah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dijebloskan ke penjara.
Data yang dihimpun satujurnal.com
menyebutkan, pengadaan alat peraga di SMKN 2 Kota Mojokerto dilakukan tahun
2013 silam. Dibiayai APBD sebesar Rp 3,3 miliar, dana tersebut untuk memenuhi
kebutuhan alat-alat laboratorium, alat peraga, alat praktik sekolah SMKN 2 Kota
Mojokerto.
Dari 21 peserta lelang, hanya tiga
yang lolos verifikasi panitia. Yakni PT Integritas Pilar Utama dengan nilai
penawaran senilai Rp 3.285.940.000, CV Bintang Peraga Nusantara dengan nilai Rp 3.302.705.000 dan CV Hadisty
Cemerlang dengan penawaran Rp 3.317.314.500. Panitia akhirnya memenangkan PT
Integritas Utama dalam proyek tersebut.
Rupanya, kemenangan itu direkayasa
oleh panitia pengadaan. Dan, Harga Perkiraan Satuan (HPS) di-mark up oleh CV
Global selaku anggota komunitas perusahaan pemenang lelang. Akibat perbuatan
para tersangka, negara dirugikan hingga Rp 1,2 miliar.(one)
Social