Surabaya-(satujurnal.com)
Majelis Hakim
Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai H.R. Unggul Warso Mukti mengagendakan
pemanggilan Wiwiet Febrianto, mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto sebagai saksi
pertama dalam persidangan dengan terdakwa mantan tiga pimpinan DPRD Kota
Mojokerto, Jum’at,13 Oktober 2017 mendatang.
Salah satu
penasehat hukum tiga terdakwa berharap, kesaksian Wiwiet Febriyanto nanti akan
memperjelas peran sejumlah anggota Dewan yang disebut-sebut sering menekan tiga
pimpinan Dewan agar menagih komitmen fee dan jatah triwulan ke eksekutif.
Karena sejauh ini diantara anggota Dewan yang sudah memberikan kesaksian di
persidangan dengan terdakwa Wiwiet Febriyanto mengaku tidak tahu menahu soal fee
maupun jatah itu.
Peran itu
setidaknya bisa disimak dari dakwaan JPU KPK untuk tiga mantan pimpinan Dewan yang
menyebut jika ada pertemuan antara Wiwiet Febrianto dengan tiga pimpinan Dewan
dan ketua fraksi-fraksi yang membahas komitmen fee dan jatah triwulan.
“Ketua fraksi
yang hadir merupakan representasi anggota fraksi. Menjadi janggal kalau kemudian
ketua fraksi maupun anggota fraksi tidak mengetahui apa pun soal fee Jasmas dan
jatah triwulan. Apalagi mereka masing-masing menerima aliran dana Rp 5 juta yang
notabene bagian dari fee jasmas yang sumbernya dari pemberian Wiwiet
Febriyanto,” kata penasehat hukum yang minta namanya tidak dipublikasikan
tersebut.
Sejauh mana peran
sejumlah anggota Dewan, diyakini penasehat hukum tersebut akan terungkap dalam
persidangan nanti.
Seperti
diketahui, Wiwiet Febriyanto, sudah menjalani persidangan ketujuh di pengadilan
yang sama dengan majelis hakim yang juga menangani perkara tiga terdakwa
tersebut.
Wiwiet Febriyanto
yang saat itu menjabat Kadis PUPR ditangkap tim KPK bersama tiga pimpinan
Dewan, Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq dalam operasi tangkap tangan (OTT)
KPK, 16 Juni 2017.
KPK menjerat
pasal penyuapan terhadap Wiwiet Febriyanto dan dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a
atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Sedangkan,
Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq oleh JPU KPK dijerat pasal 11 dan 12a
jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Dalam surat
dakwaan dengan materi yang hampir sama, ketiga mantan pimpinan Dewan tersebut
duduk di kursi terdakwa lantaran terjaring operasi tangkap tangan (OTT),
bersama Wiwiet Febrianto, mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto, pada Jum’at
(16/6/2017 hingga Sabtu (17/6/2017) dini hari. Sekitar pukul 23.30 KPK
mengamankan Purnomo, Umar Faruq dan Hanif di kantor DPD PAN Kota Mojokerto.
Dari dalam mobil milik Hanif, tim menemukan uang Rp 300 juta. Pada saat yang bersamaan, tim juga
mengamankan Wiwiet Febrianto di sebuah jalan di Mojokerto dan mengamankan uang
Rp 140 juta. Kemudian Tim KPK berturut-turut mengamankan Abdullah Fanani dan
Taufik di kediaman masing-masing. Dari tangan Taufik, tim mengamankan Rp 30
juta. Setelah menjalani pemeriksaan awal di Markas Kepolisian Daerah Jawa
Timur, keenamnya diterbangkan ke Jakarta pada Sabtu (17/6/2017) untuk menjalani
pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK. Hanif dan Taufik, pihak swasta berstatus
sebagai saksi.
Wiwiet Febriyanto
menjadi tersangka pertama yang menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Uang yang diamankan diduga berasal dari dua kontraktor, Ipang dan Dody
Setiawan. (one)
Social