Surabaya-(satujurnal.com)
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pikir-pikir atas putusan majelis hakim
Pengadilan Tipikor Surabaya yang menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp
200 juta subside 3 bulan kurungan terhadap tiga mantan pimpinan DPRD Kota
Mojokerto, Selasa (5/12/2017).
Putusan majelis hakim yang diketuai HR
Unggul Warso Mukti tersebut satu tahun lebih rendah dari tuntutan JPU KPK, 5
tahun penjara.
“Kami pikir-pikir,” kata JPU KPK, Lie
Putra Setiawan, menanggapi putusan majelis hakim.
Alasan pikir-pikir atas putusan majelis hakim yang diketuai HR Unggul Warso Mukti atas perkara tiga terdakwa yang terjerat kasus tindak pidana korupsi yang
berujung OTT KPK bulan Juni 2017 itu, lantaran penuntut umum lembaga antirasuah ini belum sepenuhnya membaca amar putusan secara lengkap.
“Kami harus mengeja satu-persatu. Itu
kan amarnya, jangan sampai tidak tepat dengan apa tuntutan kami. Kalau
melenceng terlalu jauh, kan alangkah tidak baiknya kalau kami tidak cermat dalam
hal ini,” kata Lie Putra Setiawan, usai sidang.
Dalam surat tuntutannya JPU KPK
meminta majelis hakim menyatakan tiga terdakwa bersama anggota Dewan terbukti
secara sah dan meyakinkan telah menerima hadiah atau sejumlah uang sebesar Rp
450 juta dari Walikota Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febriyanto agar melakukan atau
tidak melakukan sesuatu terkait jabatannya. Para anggota legislatif daerah itu
menjadi pihak penerima suap terkait pembahasan P-APBD 2017 dan APBD 2018 Kota
Mojokerto.
Akad penyerahan uang Rp 450 juta itu
berujung operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menyeret Wiwiet Febriyanto, saat itu menjabat
Kadis PUPR dan tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto, Purnomo, Umar Faruq dan
Abdullah Fanani.
Kami, kata Lie Putra lebih lanjut, meyakini
majelis hakim tidak membacakan seluruhnya isi putusan.
“Makanya akan lebih tepat kalau kami
melihat putusan secara lengkap. Jangan sampai nanti kami mengatakan itu (putusan) kurang lengkap, tapi ternyata
putusan lengkapnya ada, cuman nggak dibacakan.
Kan kami sepakat yang dibacakan itu pokok-pokoknya saja,” ujarnya.
Putusan hakim, ujar Lie Putra,
menunjukkan peran pihak-pihak yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
“Untuk sementara waktu yang kita sudah
memproses Wiwiet Febriyanto dan sekarang tiga pimpinan Dewan, Dan sudah ketahui
sudah turun spindik atas nama Mas’ud Yunus (Walikota Mojokerto). Jadi yang
pasti-pasti saja. Tapi kalau dalam putusan disebut ada peranan pihak lain,
tentunya akan ditindaklanjuti,” tukasnya tanpa menyebut pihak lain yang ia
maksud.
Wiwiet Febriyanto divonis 2 tahun
penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan dalam persidangan di
Pengadilan Tipikor Surabaya, 10 Nopember 2017.
Sedangkan Mas’ud Yunus ditetapkan
sebagai tersangka oleh penyidik KPK, 17 Nopember 2017 atau sepekan setelah
vonis terhadap Wiwiet Febriyanto.
Seperti diberitakan, penyidik KPK
menetapkan ketiganya sebagai tersangka pasca operasi tangkap tangan (OTT)
bersama mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto, Wiwiet Febriyanto, pada Jum’at (16/6/2017
hingga Sabtu (17/6/2017) dini hari. Sekitar pukul 23.30 KPK mengamankan
Purnomo, Umar Faruq dan Hanif di kantor DPD PAN Kota Mojokerto. Dari dalam
mobil milik Hanif, tim menemukan uang Rp 300 juta. Pada saat yang bersamaan, tim juga
mengamankan Wiwiet Febrianto di sebuah jalan di Mojokerto dan mengamankan uang
Rp 140 juta. Kemudian Tim KPK berturut-turut mengamankan Abdullah Fanani dan
Taufik di kediaman masing-masing. Dari tangan Taufik, tim mengamankan Rp 30
juta. Setelah menjalani pemeriksaan awal di Markas Kepolisian Daerah Jawa
Timur, keenamnya diterbangkan ke Jakarta pada Sabtu (17/6/2017) untuk menjalani
pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK. Hanif dan Taufik, pihak swasta berstatus
sebagai saksi. (one)
Social