Surabaya-(satujurnal.com)
Wakil
Walikota Mojokerto Suyitno dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam persidangan perkara dugaan
tindak pidana korupsi dengan terdakwa Mas'ud Yunus di persidangan Pengadilan
Tipikor Surabaya, Selasa (28/8/2018).
Suyitno
dicecar pertanyaan oleh penuntut umum soal kehadirannya dalam rapat
pembahasan KUA/PPA dan RAPBD 2016 antara tim anggaran dengan pimpinan dan
anggota DPRD Kota Mojokerto di dua hotel di Trawas, Mojokerto akhir 2015.
Penuntut
umum mempertanyakan peran Suyitno setelah sebelumnya saksi Riyanto, Kabid
Perencanaan BPPKA Kota Mojokerto mengungkap jika di hari kedua pembahasan
RAPBD 2015 di Hotel Royal, Trawas Mojokerto di bulan Nopember 2015 sempat
alot.
"Pembahasan
di hari pertama lancar . Tapi di hari kedua suasana alot. Pembahasan tidak
substantif. Di hari ketiga atau hari terakhir pembahasan kembali
lancar," kata Riyanto.
Dalam
BAP Suyitno, ujar penuntut umum, di hari kedua itu ia menemui pimpinan DPRD
Kota Mojokerto.
"Ya
saya datang karena ditelpon, tapi saya lupa siapa yang nelpon. Saya duduk di
lobi hotel bertiga dengan Sekkota Mas Agoes Nirbito dan wakil ketua Dewan, Umar
Faruq," kata Suyitno.
Saat
itu, lanjut Suyitno, Umar Faruq hanya menyebut soal uang gedok.
"Tidak
ada pembahasan uang tujuh sumur atau tambahan penghasilan atau fee jasmas.
Faruq hanya bilang uang gedok saja. Berapa nilainya saya juga tidak tahu
," ucap Suyitno.
Permintaan
uang gedok, ujarnya, lalu disampaikan langsung ke Mas'ud Yunus via telpon.
"Karena
soal uang gedok itu bukan wewenang saya," sergahnya.
Pun
kala di hotel Royal Trawas, Suyitno menyebut, tidak ada yang dibahas selain
soal tindaklanjut penanganan Pasar Tanjung Anyar.
"Saya
datang di Hotel Vanda Trawas karena di telpon Sony Raharjo (anggota DPRD Kota
Mojokerto). Dikatakan saya ditunggu pimpinan Dewan. Waktu itu saat istirahat
pembahasan RAPBD. Saya di lobi dengan Pak Sekda dan pimpinan Dewan.
“Pimpinan Dewan mengatakan untuk (rencana proyek) tidak cukup uangnya,” ucap Suyitno.
Orang
nomor dua di lingkup Pemkot Mojokerto tersebut menyangkal mengetahui soal
'tambahan penghasilan' dan komitmen fee yang diterima pimpinan dan anggota
DPRD Kota Mojokerto.
"Selama
dua tahun terakhir saya sama sekali tidak diajak ngomong oleh Walikota. Saya
hanya wakil (wakil walikota), mungkin tidak ada gunanya. Jangankan soal
proyek, uang tambahan penghasilan atau fee jasmas saya tidak tahu dan tidak
dengar. Urusan baperjakat saya juga tidak dilibatkan," lontar Suyitno.
Ia
mengaku justru mengetahui adanya fee jasmas pasca OTT. “Fee jasmas tidak
tahu, hanya dengar saja. Tahu saya setelah OTT,” kilahnya.
Meski
demikian, ia mengaku mendengar rumor aliran uang fee dari proyek multiyears
senilai Rp 130 miliar untuk sasaran Gedung GMSC, Jembatan Rejoto, proyek
jalan Gamapala.
Ia
menyebut nama Ismail, pengusaha Surabaya yang menjadi pengendali proyek
multiyears tersebut.
"Sejauh
mana anda mengetahui komitmen fee dan nilai proyek multiyears itu?,"
tanya ketua Majelis hakin, Dede Suryaman.
Suyitno
lugas mengakui jika soal komitmen fee itu ia dengar dari LSM dan wartawan.
"Saya
tidak tahu sendiri, tapi dapat informasi dari LSM dan wartawan," kilahnya.
Mahfud,
penasehat hukum Mas’ud Yunus meminta majelis hakim agar Suyitno diperiksa
kembali sebagai saksi saat tiga mantan pimpinan DPRD Kota Mojokerto yang kini
menjalani hukuman pidana dihadirkan dipersidangan.
“Saya
mohon yang mulia dapat menghadirkan kembali saksi Suyitno. Karena keterangannya
kontradiktif,” kata Mahfud.
Permintaan
itu pun akan dipertimbangkan majelis hakim.
Selain
Suyitno dan Riyanto, saksi yang dihadirkan penuntut umum dihadapan majelis
hakim yang diketuai Dede Suryaman tersebut, yakni Novi Raharjo,
Kadisporabudpar, Ani Wijaya, Kabag Umum Sekkota Mojokerto.
Sedangkan
dari unsur legislatif, penuntut umum menghadirkan saksi dari Fraksi Gabungan
DPRD Kota Mojokerto, yakni Riha Mustofa, Gunawan, Deny Novianto, Uji Pramono,
Cholid Virdaus dan Odik Suprayitno.
Seperti
diketahui, Mas'ud Yunus menjadi tersangka baru pasca pengembangan kasus OTT
KPK yang menjerat dan mempidanakan mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto Wiwiet
Febriyanto dan tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto, Purnomo, Abdullah Fanani
dan Umar Faruq. (one)
|
Social