Surabaya-(satujurnal.com)
Mantan
Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) terdakwa kasus korupsi menara
telekomunikasi dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
sama-sama menyatakan pikir-pikir atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor
Surabaya yang menjatuhkan vonis 8 tahun penjara terhadap kepala daerah dua
periode tersebut, Senin (21/1/2019).
"Bagaimana
terdakwa, menerima atau pikir-pikir?" tanya I Wayan Sosiawan kepada MKP.
"Pikir-pikir
yang mulia," jawab MKP sesaat setelah berbincang dengan penasehat
hukumnya.
JPU
KPK Joko Herawan pun menyatakan hal senada. “Kami pikir-pikir yang mulia,” kata
nya.
Atas
kedua jawaban itu, majelis hakim memberikan waktu selama tujuh hari untuk
menentukan sikap.
Selain
vonis penjara 8 tahun, dalam sidang yang digelar di ruang Cakra Pengadilan Tipikor
Surabaya tersebut, majelis hakim juga mewajibkan MKP membayar denda Rp 500 juta
subsider 4 bulan kurungan. Selain itu, majelis hakim mewajibkan MKP membayar uang
pengganti Rp 2,75 miliar subsider 1 tahun kurungan. Majelis hakim juga mencabut hak politik MKP selama 5
tahun setelah selesai menjalani masa pidana.
Putusan
itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni pidana 12 tahun penjara dan
membayar denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Muhajir,
penasehat hukum MKP menyatakan, vonis yang dijatuhkan terhadap kliennya jauh
dari rasa keadilan. Dawaan JPU KPK menurutnya tak terbukti. JPU KPK terkesan
hanya mengandalkan keterangan dari pengakuan Luthfi, ajudan MKP.
"Selama
ini kan hanya pengakuan dari ajudan MKP saja. Sedangkan dari 35 saksi yang
dihadirkan juga tidak mengetahui hal itu. Jadi hanya berdasarkan pengakuan dari
Luthfi yang mengatakan menaruh di meja terdakwa," kata Muhajir.
Sementara
itu, usai sidang MKP langsung beranjak meninggalkan ruang sidang yang dipenuhi puluhan
sejawat dan kerabatnya.
Ia
memilih tidak meladeni pertanyaan awak media yang sudah menantinya. Ia lalu
beringsut menuju mobil tahanan.
Seperti
diberitakan, kasus suap yang menjerat MKP bermula saat Satpol PP Pemerintah
Kabupaten Mojokerto menyegel 22 menara komunikasi karena tak memiliki izin yang
cukup. MKP kemudian meminta fee Rp 200 juta sebagai biaya perizinan. Total fee
untuk perizinan 22 menara itu sebesar Rp 4,4 miliar, tapi baru diberikan Rp2,75
miliar.
Selain
MKP, dalam kasus ini KPK juga menjerat Ockyanto selaku Permit and Regulatory
Division Head PT Tower Bersama Infrastructure, dan Onggo Wijaya selaku Direktur
Operasi PT Profesional Telekomunikasi Indonesia, mantan Bupati Malang Ahmad
Subhan, dua orang swasta lainnya, Nabiel Titawano dan Achmad Suhawi. (one)
Social