Bupati Mojokerto nonaktif MKP saat sidang putusan Pengadilan Tipikor Surabaya (21/1/2018) |
Mojokerto-(satujurnal.com)
Pengadilan Tinggi Surabaya mengeluarkan putusan atas banding yang
diajukan Bupati Mojokerto nonaktif Mustofa Kamal Pasa (MKP). Putusan banding menyatakan
hukuman MKP menjadi tujuh tahun penjara, dari sebelumnya delapan tahun penjara.
Hakim pengadilan tinggi menerima banding terdakwa dan penasihat hukumnya.
Selain pengurangan hukuman penjara, dalam putusan majelis hakim
Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 18 Maret 2019, Nomor 10/PID.SUS-TPK/2019/PT
SBY, sebagaimana tertera dalam laman http://sipp.pn-surabayakota.go.id,
tidak ada yang berubah dalam putusan denda dan uang pengganti seperti vonis
yang dijatuhkan majelis hakim Tipikor Surabaya, 21 Januari 2019 lalu.
Di Pengadilan Tipikor Surabaya, MKP dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana korupsi menerima suap secara bersama-sama dengan perbarengan
perbuatan. Ia divonis delapan tahun
penjara, denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan dan membayar uang
pengganti Rp 2,75 miliar serta pencabutan p hak untuk dipilih dalam jabatan
publik selama 5 tahun terhitung sejak ia selesai menjalani pidana pokoknya. Vonis
ini jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU KPK yang menuntut mantan orang
nomor satu di Pemkab Mojokerto tersebut pidana 12 tahun penjara.
Sementara itu, penasehat hukum MKP, Mariam Fatimah mengaku sudah
mengetahui vonis banding tersebut. Namun pihaknya belum menerima salinan
putusan. Informasi yang diperoleh satujurnal.com, atas putusan majelis hakim
Pengadilan Tinggi Surabaya tersebut MKP akan melakukan upaya hukum Kasasi.
Seperti diketahui, kasus suap yang menjerat MKP bermula saat Satpol PP
Pemerintah Kabupaten Mojokerto menyegel 22 menara komunikasi karena tak
memiliki izin yang cukup. MKP kemudian meminta fee Rp 200 juta sebagai biaya
perizinan. Total fee untuk perizinan 22 menara itu sebesar Rp 4,4 miliar, tapi
baru diberikan Rp2,75 miliar.
Selain MKP, dalam kasus ini KPK juga menjerat Ockyanto selaku Permit
and Regulatory Division Head PT Tower Bersama Infrastructure, dan Onggo Wijaya
selaku Direktur Operasi PT Profesional Telekomunikasi Indonesia, mantan Bupati
Malang Ahmad Subhan, dua orang swasta lainnya, Nabiel Titawano dan Achmad
Suhawi.
MKP ditahan KPK sejak akhir April 2018 lalu. Di awal September 2018,
kasus MKP bergulir ke persidangan. Selama persidangan, MKP selalu membantah
dakwaan jaksa dan alat bukti yang dihadirkan. MKP tak terima atas hukuman yang
dijatuhkan majelis hakim Tipikor, Senin (21/1) lalu. ’’Banyak hal yang membuat
kami tidak sependapat,’’ ungkap Muhajir SH, salah satu penasehat hukum MKP,
selepas vonis.
Sejak awal, tim penasihat hukum MKP konsisten menolak dakwaan jaksa KPK
atas tuduhan menerima gratifikasi perizinan 22 tower di Kabupaten Mojokerto.
Alasannya sederhana. Jaksa KPK dianggap tak memiliki bukti atas penerimaan uang
senilai Rp 2,75 miliar dari dua perusahaan tower, PT Protelindo dan PT Tower
Bersama Group.
Justru, bantahan demi bantahan yang selalu dilayangkan MKP selama
proses persidangan, menjadi salah satu alasan hakim untuk memberikan hukuman
berat. Hakim menyebut, MKP tak pernah mengungkapkan penyesalan atas
perbuatannya. (one)
Social