Sonny Basuki Raharjo |
Mojokerto-(satujurnal.com)
Kebijakan Walikota Mojokerto Ika
Puspitasari mengosongkan lima jabatan kepala di lima organisasi perangkat
daerah (OPD) dengan mengisi jabatan pelaksana tugas (Plt) kepala akhirnya menuai
kritikan tajam kalangan Dewan setempat. Dinilai, kebijakan pengosongan jabatan pucuk
di lima OPD dengan pengisian Plt kepala mengganggu jalannya pemerintahan dan
pembangunan Kota Mojokerto.
Kritikan tajam bahkan catatan merah itu
ditorehkan kalangan Dewan dalam butir-butir rekomendasi yang termaktub dalam penyampaian
pendapat Badan Anggaran DPRD Kota Mojokerto dan persetujuan Raperda P-APBD 2019
menjadi Perda dalam Rapat Paripurna, Jum’at (16/8/2019).
“DPRD Kota Mojokerto mendesak Walikota
Mojokerto agar segera melakukan mutasi guna mengisi jabatan-jabatan yang saat
ini masih kosong, terutama jabatan-jabatan yang strategis, agar tidak ada
pejabat yang merangkap jabatan sehingga pejabat yang bersangkutan dapat lebih
berkonsentrasi pada jabatan definitifnya,” kata juru bicara Pimpinan Gabungan
Komisi DPRD Kota Mojokerto, Sonny Basoeki Rahardjo, saat membacakan salah satu
butir rekomendasi.
Kosongnya jabatan itu, lanjut Sonny, telah
mengganggu penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dan mengganggu
pelaksanaan tupoksi yang menjadi tanggung jawabnya. Hal seperti ini sudah
terjadi pada beberapa OPD.
“Diantaranya, Dinas P3AKB (Dinas
Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana) yang kepala
dinasnya merangkap sebagai plt. kepala DPMPTSP (Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu), karena merangkap jabatan
maka timbul permasalahan di kedua dinas tersebut. Demikian pula halnya dengan
kepala Bappeko yang merangkap sebagai plt. kepala BPPKA,” katanya.
Akibatnya, kata Sonny lebih jauh, terasa sekali dalam pembahasan KUA PPAS tahun
2020, KUPA PPAS Perubahan APBD tahun 2019, dan Perubahan APBD tahun 2019,
dimana penyajian data kurang maksimal. hal ini diperparah dengan kosongnya
jabatan-jabatan eselon 3 di kedua OPD tersebut. Kepala bidang anggaran yang
sangat krusial dalam proses penyusunan APBD justru kosong. Begitu pula di Bappeko
hanya ada satu kepala bidang, itupun harus merangkap sebagai plt. Sekretaris Bappeko.
“Sampai kapan hal ini akan terus
berlangsung?. diakui atau tidak, kondisi seperti ini telah mengganggu jalannya
pemerintahan dan pembangunan Kota Mojokerto,” cetus politisi Partai Golkar
tersebut.
Selain soal kebijakan jabatan rangkap,
di butir rekomendasi lainnya Dewan mengingatkan jika Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur, Walikota dan DPRD berkedudukan sama dalam penyelenggara
pemerintahan daerah..Sehingga dalam penyelenggaran pemerintahan daerah harus ada transparansi dan pemahaman bersama terkait
isu-isu atau masalah-masalah yang memang perlu untuk dibahas dan dipecahkan
bersama.
“Jangan sampai terjadi dalam
permasalahan tertentu yang sangat urgen dengan kepentingan pemerintahan dan
masyarakat DPRD tidak dilibatkan, bahkan dikomunikasikanpun tidak. Walaupun
secara aturan tidak mengharuskan untuk dibahas bersama dengan DPRD,” tandas
Sonny.
Dalam kedudukan kerja yang setara antara
Walikota dan DPRD, ulas Sonny lebih jauh, tidak hanya terkandung makna
kesetaraan dalam hal otoritas, tetapi juga setara dalam hal tanggung jawab dan
kapasitas dalam memastikan proses pemerintahan dan pembangunan berjalan dengan
baik.
“DPRD sebagai bagian dari unsur
pemerintahan daerah dan sekaligus merupakan representasi suara masyarakat di
tingkat lokal, tentu DPRD sangat berkepentingan atas peningkatan performance
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan agar semakin partisipatif, transparan
dan akuntabel serta mampu menjawab problem riil dan aktual di masyarakat,”
cetusnya.
Seperti diketahui, lima jabatan kepala
OPD dikosongkan Walikota Mojokerto Ika Puspitasari, yakni Dinas Sosial,
Balitbang, Dinas Infokom, BPPKA dan DPMPTSP. Pengosongan jabatan kepala itu
dilakukan dalam rotasi dan mutasi pertama yang dilakukan Ika Puspitasari tepat
enam bulan sejak ia memegang kendali pemerintahan dengan tiga wilayah kecamatan
tersebut, Selasa (11/6/2019).
Sebanyak 51 pejabat eselon II dan III
masuk dalam gerbong mutasi yang digelar di Balai Kota Graha Praja Wijaya
tersebut.Dari 51 pejabat yang dimutasi, 4 orang diantaranya merupakan pejabat eselon
II.
Kepala Dinas Sosial Sri Mujiwati
menduduki jabatan baru sebagai staf ahli.
Djoko Suharryanto yang sebelumnya menjabat Kepala Balitbang memegang
posisi baru sebagai Asisten I. Suhartono, Kepala Dinas Infokom dipercaya untuk
memegang jabatan Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip. Sementara Agung Mulyono
yang semula kepala BPPKA ditempatkan di kursi jabatan baru sebagai kepala
Bappeko.
Jabatan kepala yang dilepas empat
pejabat eselon II masih dikosongkan, namun diisi oleh pejabat yang bersangkutan
sebagai Plt kepala. Selain itu, Kepala D3A KB, Moh Imron ditunjuk sebagai Plt
kepala DPM PTSP.
Pengosongan kelima OPD itu tak lepas
dari rencana merger empat OPD. Namun Dewan tak memberi lampu hijau lantaran
pesimis jika peleburan dan penggabungan OPD berdampak positip. Sebaliknya,
muncul kekhawatiran merger OPD itu bakal mengganggu kinerja pelayanan dasar
masyarakat.
Sikap pesimistis bahkan desakan evalusi
ulang rencana merger OPD itu mengemuka dalam rapat paripurna penyampaian
pemandangan umum fraksi-fraksi atas 9 rancangan peraturan daerah (raperda),
Selasa (9/7/2019).
Yang menjadi pintu masuk eksekutif untuk
melakukan merger yakni Raperda tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota
Mojokerto Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Perangkat Daerah.
Dalam raperda ini, yang dilebur dan digabungkan
dengan OPD lain yakni Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Dinas
Koperasi, Usaha Mikro dan Tenaga Kerja (Diskoumnaker), DP3AKB dan Dinas
Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kimpraswil).
Balitbang dilebur dalam Badan
Perencanaan Pembangunan (Bappeko), Diskoumnaker dilebur di dua OPD, koperasi
dan usaha mikro kembali menjadi urusan Dinas Perindustrian dan Perdagangan
(Disperindag) sedang tenaga kerja menjadi urusan Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Demikian juga DP3AKB. Pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak dimasukkan dalam urusan Dinas Sosial, dan
keluarga berencana masuk dalam urusan Dinas Kesehatan. Sementara Dinas
Kimpraswil dimerger dengan Dinas Pekerjaan Umum. (one)
Social