Mojokerto-(satujurnal. com)
Langkah lima anggota DPRD Kota Mojokerto menggulirkan penggunaan hak interpelasi penanganan banjir akhirnya kandas.
Voting terbuka yang digelar dalam rapat paripurna pengambilan keputusan penggunaan hak interpelasi, Rabu (4/3/3030), yang dihadiri 22 dari 25 anggota Dewan menghasilkan keputusan tidak menggunakan hak interpelasi. Yang setuju interpelasi hanya 4 orang, selebihnya menolak penggunaan salah satu hak Dewan tersebut.
Sebelum voting, Choiroyaroh, juru bicara pengusul menyampaikan pendapat atas pandangan fraksi-fraksi atas usulan penggunaan hak interpelasi.
Pengusul menyatakan bisa menerima sikap lima fraksi yang tidak mendukung interpelasi. Kendati demikian pengusul menilai ada benang merah yang bisa direntang dari semua argumentasi yang dikemukakan kelima fraksi, yakni pengakuan bahwa dalam penanganan banjir ada masalah.
"Usulan hak interpelasi yang kami ajukan tidak mendapat dukungan dan persetujuan untuk ditetapkan menjadi hak interpelasi DPRD. Berbagai macam alasan yang dikemukakan dalam penolakan usulan hak interpelasi ini. Dan kami dapat menerima dan memahaminya. Namun dari semua argumentasi yang dikemukan ada satu benang merah dalam pandangan fraksi-fraksi tersebut, yaitu ada pengakuan bahwa di dalam program penanggulangan banjir memang ada masalah. Yang berbeda adalah cara pandang untuk menyelesaikan permasalahan," kata Choiroyaroh.
Dari pengajuan usulan hak interpelasi ini, ujar Ketua Fraksi PKB tersebut, kita semua mendapatkan penegasan bahwa kita sebagai anggota DPRD tidak sepenuhnya bisa independen untuk menyuarakan hati nurani kita sendiri maupun hati nurani masyarakat.
"Padahal kitalah yang lebih tahu kondisi, kebutuhan dan kepentingan masyarakat Kota Mojokerto daripada mereka," tukasnya.
Di ujung penyampaian, Choiroyaroh menukil esai politik Bondan Arion Prakoso.
"Bagi rakyat, Politik bukan urusan koalisi atau oposisi. Tetapi bagaimama kebijakan publik bisa mengubah sesuatu lebih baik dalam hidup sehari-hari. Panggung politik akan selalu ada. Dan orang orang akan selalu meramaikannya. Ceritanya terkadang membosankan terkadang menyenangkan. Kisahnya terkadang baik terkadang buruk. Aktifitasnya terkadang menguntungkan terkadang merugikan. Pengaruhnya kadang menguasai segalanya, terkadang segalanya menguasainya. Itulah politik, dan apapun kami hanya berharap itu untuk kebaikan yang terbaik. Capaian tertinggi dalam berpolitik adalah terbangunnya nilai kemanusiaan, terwujudnya manfaat dan kebaikan yang menguntungkan rakyat dalam kehidupan,” ucapnya.
Sehari sebelumnya (3/3/2020), lima fraksi, yakni Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi Gerakan Keadilan Pembangunan (FGKP), Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Golkar menyampaikan pandangan fraksi atas penjelasan pengusul hak interpelasi oleh ketua fraksi masing-masing. Sedang Fraksi PKB yang semua anggotanya berada di kubu pengusul tidak menyampaikan pandangan.
Fraksi Partai Demokrat (FPD) menganggap usulan hak interpelasi yang digulirkan setelah rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II penanganan banjir ditutup terlalu prematur.
“Pengusulan (interpelasi) terlalu dini dan terkesan tergesah-gesah. Yang disoal pengusul terkait pelayanan dasar bersifat parsial, belum berdampak luas,"kata Ketua FPD, Ujdi Pramono.
“Pengusulan (interpelasi) terlalu dini dan terkesan tergesah-gesah. Yang disoal pengusul terkait pelayanan dasar bersifat parsial, belum berdampak luas,"kata Ketua FPD, Ujdi Pramono.
Fraksi ini menilai, penggalian data juga kurang koperhensif. Dampak proyek hanya satu lokasi, tidak berdampak luas kepada masyarakat.
"Keputusan Fraksi Partai Demokrat semata alasan proporsionalitas, tanpa embel-embel politik apapun," tutupnya.
Dilain pihak, Fraksi PAN, melalui ketuanya, Moeljadi menyatakan, adalah tidak adil menilai kegagalan proyek hanya dari sidak 4 proyek. Sedangkan proyek yang digelar di tahun 2019 berjumlah lebih dari 100 paket proyek.
"Dari 39 paket proyek DPUPR senilai Rp 21 miliar ada 4 proyek yang putus kontrak. Capaiannya 92 persen. Dan dari 31 paket proyek dana kelurahan senilai Rp 13,5 miliar, 4 paket gagal. Capaiannya 81 persen. Justru ini merupakan capaian yang patut dipresiasi tanpa meninggalkan sikap kritis, " ucap Moeljadi.
F-PAN, lanjutnya, berpendapat eksekutif telah menjalankan mekanisme dengan adanya putus kontrak. Memang itulah mekanismenya. Kedepan FPAN berharap agar ada pembenahan kinerja.
"Dengan tetap menghargai pengusung interpelasi, maka hak interpelasi tidak perlu dilanjutkan karena sudah mendapat kejelasan selama tiga kali RDP (rapat dengar pendapat)," urainya..
Fraksi GKP melalui jubir Budiarto menyatakan mengapresiasi hak interpelasi sebagai penguatan fungsi pengawasan DPRD. Namun soal usulan interpelasi, fraksi gabungan lima anggota Dewan asal tiga parpol tersebut menilai kurang tepat kalau itu dinarasikan pada level pengambil kebijakan karena melibatkan banyak pihak.
Menyikapi laporan masyarakat, tambahnya, kami berpendapat data dan masukan dan RDP perlu dikaji lebih lanjut jika akar permasalahan dilevel pengambil kebijakan. Jika permasalahan yang terjadi bersifat lokal tidak tepat kalau kesalahan dilimpahkan ke pimpinan.
“Maka kami berpendapat interpelasi belum perlu dilakukan,” tukas Budiarto.
“Maka kami berpendapat interpelasi belum perlu dilakukan,” tukas Budiarto.
Juru bicara Fraksi PDI Perjuangan, Ery Purwanti secara tandas menyatakan fraksinya tidak menyetujui penggunaan hak interpelasi. Karena, untuk menetapkan interpelasi diperlukan banyak pertimbangan. Utamanya terkait kondusifitas daerah.
Kendati menolak interpelasi, fraksi yang digawangi lima anggota Dewan, satu diantaranya berada di kubu pengusul interpelasi memberi catatan. Yakni meminta Walikota melakukan sidak terhadap proyek-proyek yang putus kontrak, menjelaskan ke warga terkait pekerjaan yang tertunda, sekaligus menyelesaikan pekerjaan setengah jalan dengan tetap mengacu aturan dan mekanisme yang berlaku.
"Mengingatkan Walikota agar lebih cermat dalam menjalankan mekanisme tender," katanya.
Fraksi Partai Golkar melalui ketua fraksinya, Agus Wahjudi Utomo menyebut, proyek fisik yang didanai APBD dan DAU Tambahan untuk Dana Kelurahan tidak bisa dinilai gagal total.
“Secara koperhensif, Pemkot telah melakukan kajian penanganan genangan banjir. Eksekutif sudah berupaya dan masih melakukannya. Kami menyadari ada kekurangan pemkot dalam menyikapi proyek fisik, namun ada kesempatan untuk berbenah. Pemkot sudah menanggulangi proyek yang ada dengan menggunakan dana pemeliharaan,” katanya.
“Secara koperhensif, Pemkot telah melakukan kajian penanganan genangan banjir. Eksekutif sudah berupaya dan masih melakukannya. Kami menyadari ada kekurangan pemkot dalam menyikapi proyek fisik, namun ada kesempatan untuk berbenah. Pemkot sudah menanggulangi proyek yang ada dengan menggunakan dana pemeliharaan,” katanya.
Fraksi beringin ini pun menyatakan tidak menyetujui penggunaan hak interpelasi.
Seperti diketahui, bola panas intepelasi terhadap Walikota Mojokerto Ita Puspitasari mulai menggelinding di gedung Dewan setempat. Sebanyak 10 dari 25 anggota DPRD Kota Mojokerto membubuhkan tandatangan usulan hak interpelasi yang disorong ke Pimpinan Dewan, Jum’at, 24 Januari 2020.
Mereka mengusulkan penggunaan hak interpelasi terhadap pelaksanaan program pelayanan dasar penanggulangan banjir, yakni proyek normalisasi saluran dan gorong-gorong yang mengalami putus kontrak sehingga gagal diselesaikan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.
Kesepuluh pengusul hak interpelasi, yakni tiga anggota Fraksi PDI Perjuangan, Moch Rizky Fauzi Pancasilawan, Febriana Meldyawati dan Suliyat. Dari FPKB, Wahyu Nur Hidayat, Junaidi Malik, Choiroiyaroh dan Sulistiyowati. Lalu Indro Tjahjono dari Fraksi Partai Demokrat, Agung Soecipto dan Mochamad Harun dari F-GKP.
Sedangkan Fraksi Partai Golkar dan Fraksi PAN memilih berada di kubu penolak interpelasi.
Dalam perjalanannya, dari 10 orang pengusul, 5 diantaranya menyatakan menarik dukungan penggunaan hak interpelasi. Yang bertahan hingga voting berlangsung, yakni empat anggota FPKB dan Febriana Meldyawati asal PDI-P. Hanya saja, satu-satunya politisi PDI Perjuangan yang berada di kubu pengusul interpelasi ini tidak hadir dalam rapat paripurna. Sehingga dalam voting, suara yang mendukung hanya 4, kesemuanya dari anggota FPKB. (one/adv)
Social