Malang-(satujurnal.com)
Kanwil Kemenkumham Jatim menggandeng Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) menggelar dialog publik membahas RUU KUHP. Kegiatan yang bertempat di Gedung A Lt. 6 FH UB itu untuk menyosialisasikan sekaligus menyerap aspirasi masyarakat. Khususnya di wilayah Malang Raya, Rabu (12/10/2022).
Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Subianta Mandala menjadi Narasumber utama. Dia didampingi oleh Yovan Iristian selaku Kasubbid FP2HD dan Ladito Risang selaku Dosen FH Universitas Brawijaya.
Forum diskusi dibuka oleh Setiawan Noerdayasakti selaku Wakil Dekan FH UB Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kewirausahaan Mahasiwa. Dalam sambutannya menjelaskan urgensi yang melatar belakangi Negara kita untuk segera memiliki pengaturan hukum pidana yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila dan berlandaskan UUD NRI Tahun 1945.
“Sehingga perlunya untuk segera menghilangkan nuansa kolonialisme dalam RKUHP ini nantinya,” tuturnya.
Subianta dalam sambutannya menjelaskan bahwa forum ini merupakan ruang publik untuk berpartisipasi dalam Pembentukan RKUHP yang dikenal dengan istilah Meaningful Participation.
“Masyarakat dapat memberikan masukan dan saran demi menyempurnakan RKUHP yang saat ini sudah memsuki tahapan finalisasi,” urainya.
Subianta juga menegaskan perlunya KUHP peninggalan Kolonial untuk diperbarui, keunggulan dan isu kruisial terkait RKUHP. Menurutnya, RKUHP yang saat ini digunakan sudah berlaku selama 140 tahun lebih terhitung sejak disahkannya Wetboek Van Strafrecht (WVS) di Belanda.
“RKUHP sudah mulai diperbincangkan pada tahun 1958 oleh LPHN dan pertama kali masuk di parlemen pada tahun 1963 sehingga Draft RKUHP baru pertamakali ada Pada Tahun 1964, untuk itu tidak tepat bila dikatakan Pemerintah terburu-buru ingin mengesahkan RKUHP ini, karena sudah digodog dari beberapa generasi” urai Subianta.
Selain itu, Yovan juga menjelaskan Misi Suci Pembaruan Hukum Pidana yang diusung dalam RKUHP Nasional. Pertama yaitu upaya adanya Dekolonialisasi, upaya untuk menghilangkan nuansa kolonial dalam substansi KUHP lama demi mewujudkan Keadilan Korektif-Rehabilitatif-Restoratif.
“Dampak positifnya, RKUHP Nasional memiliki alternatif sanksi pidana,” terangnya.
Kedua, Demokratisasi yaitu Pendemokrasian Rumusan Pasal Tindak Pidana dalam RKUHP sesuai dengan Pasal 28J UUD NRI Tahun 1945. Ketiga, Konsolidasi dalam Penyusunan kembali ketentuan pidana dari KUHP yang lama yang sebagian tersebar ke dalam Undang-Undang di luar KUHP.
“Selanjutnya Keempat, Harmonisasi sebagai bentuk adaptasi dan keselarasan dalam merespon perkembangan hukum terkini, tanpa mengesampingkan hukum yang hidup di masyarakat atau Living Law,” katanya.
Kelima, yang terakhir Modernisasi, yaitu Filosofi pembalasan Klasik (Daad-Dtraftrecht) yang berorientasi kepada perbuatan semata-mata. Dengan filosofi integratif (Daad-Daderstraftrecht-Slachtoffer) yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku dan korban kejahatan (pemberatan dan peringanan pidana).
Narasumber terakhir Ladito Risang memaparkan Perbedaan Substansi yang ada di KUHP yang lama dengan RKUHP yang baru, serta isu-isu aktual yang berkembang dimasyarakat. (*aws)
Social